Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Indonesia Muhamad Idrus menyatakan bahwa keinginan kuat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menurunkan suku bunga (interest) kredit "rezim bunga rendah" Perbankan sebagai modal kerja para pengusaha menuju single digit patut diapresiasi.
"Tapi apa daya sampai kuartal kedua II 2016 ini tak terwujud," kata Idrus dalam keterangan resmi, Sabtu (11/6/2016).
Alih-alih untuk menurunkan suku bunga kredit perbankan, data yang tersajikan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2016 ini malah jauh dari harapan hanya menyetuh diangka 4,9 persen.
"Belum lagi defisit APBN menyebabkan Pemerintahan Jokowi-JK melakukan revisi dalam APBN P dengan pemotongan belanja Pemerintah sebesar Rp70 triliun ini pula yang menjadikan kontraksi ekonomi serta rangking investasi Indonesia turun "pesimis" di mata S&P," ujar pria yang juga bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari PKS tersebut.
Menurutnya, ada 10 resep gotong royong untuk menggerakkan dan membangun sebuah presepsi positif. Pertama,independisi Otoritas Moneter untuk tetap terjaga dalam menangani stabilitas moneter. Kedua, mencabut aturan PBI mengenai Loan To Value (LTV) utk menggerakkan kembali sektor properti, harapan nondurable goods meningkat serta kredit konsumer perbankan bergairah karena sektor ini related dengan lebih dari 250 sektor industri lainnya. Ketiga, percepat pencairan dana stimulus utk menggerakkan likuiditas ditengah masyarakat dengan memberikan relaksasi pada sektor Industri, Pertanian, Perikanan, Perkebunan serta sektor lainnya yg menyentuh langsung pada Masyarakat
Keempat, merencanakan dengan baik kran impor khususnya Pangan dlm menghadapi laju inflasi dengan memperhatikan Transaksi Perdagangan dan Transaksi Berjalan. Kelima, menunda rencana Pajak Komoditi Ekspor Pertambangan dan CPO serta PPnBM sektor Properti. Keenam, melahirkan kebijakan dengan instrumen reksadana jangka panjang dlm meningkatkan likuiditas dana murah, dalam menghadapi kartel sumber dana usaha dari perbankan yang tidak memiliki nilai kompetitif.
Ketujuh, menghimbau seluruh masyarakat Indonesia bahu membahu dalam menjaga nilai IDR (Rupiah) tanpa memborong valas dalam jangka pendek. Kedelapan, menyegerakan revisi UU Devisa Bebas No.24 Tahun 1999. Kesembilan, merealisasikan UU Redenominasi Rupiah dalam meningkatkan Nilai Mata Uang (IDR) Rupiah dalam transaksi keuangan global
"Terakhir, meningkatkan Bilateral Swap dengan Negara Sahabat dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan regional," jelas Idrus.