Anggota Komisi XI dari Partai Nasional Demokrat, Johnny Gerard Plate mengatakan bahwa Komisi XI DPR menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini direvisi menjadi sebesar 5,1 persen. Sebelumnya, dalam APBN 2016 target pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,3 persen.
"Saya kira itu bukan langkah yang pesimis. Itu adalah langkah yang realistis dengan kondisi ekonomi global maupun domestik kita saat ini yang memang belum pulih," kata Muhammad Doddy Arifianto, Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saat dihubungi Suara.com, Sabtu (11/6/2016).
Doddy bahkan menegaskan hampir semua lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global. "Sejak 2014, saya sudah jarang melihat revisi mereka yang meningkatkan target pertumbuhan ekonomi global dari target awal mereka. Yang ada revisinya selalu memangkas menjadi lebih rendah," ujar Doddy.
Turunnya harga komoditas saat ini juga tak hanya memukul dunia usaha swasta. Kondisi ini juga memukul penerimaan negara yang berakibat defisit anggaran negara semakin besar. Padahal, mengacu UU Keuangan Negara No 17 Tahun 2003, defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Jadi pilihan ini wajar kalau diambil pemerintah," tutup Doddy.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam pembahasan RAPBN-P 2016 menginginkan agar target pertumbuhan ekonomi 2016 direvisi menjadi 5,2 persen. Sebab target 5,1 persen dinilai terlalu pesimis.
Rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun ini tak lepas dari rendahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selama ini, di kuartal I 2016, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,9 persen, dibawah perkiraan awal sebesar 5 persen. Padahal konsumsi rumah tangga selama ini berkontribusi terhadap PDB sebesar 50 persen.