Pengamat Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno (UBK) Salamuddin Daeng memprediksi salah satu pilar utama ekonomi Jokowi yakni nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) akan terjungkal. Ambruknya nilai tukar berdampak ke segala arah mulai dari anggaran pemerintah hingga daya beli rakyat.
Ada tiga faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama, dampak terhadap penerimaan dan pengeluaran negara. Rata rata nilai tukar pada era Rezim Jokowi berkisar antara Rp13.400 /Dolar AS sampai dengan Rp14.000/Dolar AS. "Pada era Rezim SBY berkisar antara Rp7.000/Dolar AS sampai dengan Rp10.000/Dolar AS," kata Salamudin dalam keterangan tertulis, Kamis (9/6/2016).
Pada tingkat penerimaa negara yang tidak meningkat dibandingkan era SBY bahkan cenderung menurun, maka penerimaan negara pada era Jokowi telah turun separuh dalam Dolar AS. Sementara pemerintah menggunakan sebagian besar belanja barang untuk membeli barang barang impor dengan dolar, membayar utang luar negeri dan menggaji para pekerja asing.
Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah kunci kejatuhan ekonomi Jokowi. Ia menuding pemerintahan ini memainkan siasat bodoh dengan membiarkan nilai tukar rendah agar penerimaan utang mereka membengkak besar ketika di konversi ke dalam rupiah.
"Padahal itu memukul APBN sendiri yang digunakan membeli barang impor, pembayaran utang pokok dan bunga. ke depan nilai tukar akan terus merosot memasuki bulan puasa dimana impor akan meningkat dan periode bayar Utang Negara dan perusahaan swasta dimulai," jelas Salamudin.
Kedua, penurunan nilai tukar mengancam jantung perusahaan perusahaan swasta yang sebelumnya telah mengalami anemia/kurang darah karena menyusutnya penerimaan baik penerimaan riil maupun penerimaan pasar keuangan, namun sisi lain kewajiban menggunung.
Sepanjang 2015 perusahaan perusahaan swasta di sektor komoditas sekarat, default, gagal bayar kewajiban dan utang. Perdagangan saham mereka dihentikan karena harganya tinggal beberapa perak. "Tahun 2016 adalah tahun yang memilukan bagi pemilik perusahaan properti, sekutunya pemerintahan Jokowi sekarang," tambah Jokowi.
Ketiga, merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS akan menyebabkan meningkatnya harga barang barang impor baik Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun pangan yang merupakan dua komoditas yang bergantung pada impor karena terpuruknya produksi minyak dan pangan nasional.
Menjelang puasa harga harga bahan pokok akan segera merangkak naik. Bulan puasa akan menjadi momentum membuka keran impor ugal ugalan. Namun pembiayaan impor akan semakin memicu merosotnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS. Spekulan berpandangan Inilah saat nya memborong dolar.
Tidak hanya spekulan mata uang yang menerima berkah pemerintahan Jokowi. Momentum ini akan menjadi kesempatan para Spekulan pangan untuk menumpuk pangan pangan impor di gudang gudang mereka.
"Sementara rakyat dipaksa menanggung beban kebusukan pemerintahan ini yang memainkan strategi nilai tukar rendah untuk mendongkrak penerimaan rupiah dalam rangka menutup lebih dari separuh kekurangan belanja APBN tahun 2016 dari utang luar negeri. Mari siap-siap rakyat menanggung kenaikan harga harga menjelang puasa," tutup Salamudin.