Chief Market Analyst Forextime Jameel Ahmad mengatakan walaupun harga minyak yang semakin menguat dan meningkatkan optimisme seluruh eksportir komoditas seharusnya meningkatkan selera investor terhadap instrumen yang lebih berisiko seperti pasar berkembang, Rupiah justru semakin melemah terhadap Dolar. Di hari Rabu (8/6/2016), nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS ditutup di level 13,268.
"Walaupun penurunan Rupiah tidak terlalu signifikan, kontributor utama terhadap lemahnya momentum mata uang ini adalah turunnya selera risiko setelah World Bank menurukan perkiraannya tentang prospek ekonomi global. Pada ranah domestik, pemerintah Indonesia juga dilaporkan akan mengurangi target pertumbuhan ekonomi 2016 karena adanya sinyal perlambatan konsumsi domestik. Ini akan semakin memperburuk sentimen ekonomi nasional," kata Jameel dalam keterangan resmi, Kamis (9/6/2016).
Atmosfer di pasar global secara umum tetap waspada. Rendahnya selera risiko mengurangi ketertarikan investor terhadap pasar saham. Sentimen ekonomi global secara umum dan selera risiko investor mungkin mengalami pukulan karena berita penurunan prospek global World Bank. Tentu saja ada sejumlah ketidakpastian lain yang menyebabkan memburuknya ketertarikan investor pada aset berisiko, contohnya ketidakpastian arah suku bunga AS dan referendum Uni Eropa mendatang.
Di samping berita tentang masalah ekonomi global, berita yang lebih menggembirakan datang dari Jepang. Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat pada basis disetahunkan selama triwulan pertama 2016. Dampaknya, Yen menguat di pasar valas. Namun kita mengetahui bahwa mata uang Jepang ini memang menarik selama beberapa saat terakhir karena adanya aksi penghindaran risiko di pasar. Tekanan terhadap BoJ untuk mengintervensi pasar atau mengeluarkan stimulus moneter lanjutan akan semakin besar bulan depan. Saya rasa banyak yang menantikan apa yang akan terjadi seiring dengan pergerakan USDJPY menuju sekitar 106.
Masih ada ruang untuk optimisme di ekonomi global. Eksportir besar minyak mentah akan bergembira mendengar kabar bahwa harga minyak WTI mencapai level tertinggi 10 bulan di atas level 50 Dolar Amerika Serikat (AS), tepatnya sekitar 50,85 Dolar AS. Ada sejumlah alasan yang mungkin menjelaskan mengapa investor ingin membuka posisi beli, antara lain potensi gangguan pasokan di Nigeria, ekspektasi peningkatan permintaan global, dan melemahnya Dolar AS. Seluruh faktor ini memberi platform untuk peningkatan harga minyak. Kita juga perlu mengetahui bahwa prospek pertengahan tahun kedua 2016 dari sejumlah institusi terkemuka mengatakan bahwa persediaan minyak mentah global akan mengalami penurunan tajam sehingga dalam jangka waktu menengah harga minyak mungkin semakin menguat.
Walaupun oversuplai minyak di dunia masih terus menciptakan bias negatif terhadap pasar minyak, penutupan mingguan di atas $51 pada akhir pekan perdagangan ini dapat membuka jalan menuju peningkatan harga minyak lebih lanjut.
GBP terus mengalami sensitivitas tinggi dan pergolakan harga menjelang referendum Uni Eropa yang akan digelar dalam dua pekan mendatang. GBPUSD mengalami pergerakan naik turun tajam. Ayunan harga yang drastis acap kali terjadi. Pasangan mata uang ini diperdagangkan dalam rentang fantastis 300 pip selama dua hari terakhir saja. Berita yang beredar kemarin bahwa investor memindahkan investasi sebesar miliaran GBP dari aset Inggris ke instrumen lain adalah bukti bahwa investor mengalami ketidakpastian serius menjelang referendum bersejarah ini. Hal ini juga menentang opini bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak akan berpengaruh besar terhadap ekonomi negara tersebut.
Komentar dari Gubernur Fed Janet Yellen baru-baru ini yang mengatakan bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dapat membawa dampak ekonomi sangat besar juga mematahkan argumen bahwa Brexit tidak akan berpengaruh luas terhadap ekonomi global.