Legalitas Lahan Jadi Kendala Petani Sawit Akses Perbankan

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 01 Juni 2016 | 11:16 WIB
Legalitas Lahan Jadi Kendala Petani Sawit Akses Perbankan
Plt Deputi Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit Deri Ridhanif di Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Plt Deputi Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Deri Ridhanif mengakui bahwa masih banyak petani kelapa sawit di Indonesia yang belum bisa mengakses kredit dari industri perbankan. Salah satu problem utamanya adalah legalitas lahan perkebunan sawit yang dimiliknya. 

"Memang salah satunya adalah kendala legalitas lahan yang dimiliki para petani sawit. Meskipun sebagian besar petani sawit di Indonesia memiliki lahan sendiri atau milik keluarganya, tetapi legalitasnya banyak yang kurang," kata Deri saat diwawancarai Suara.com di Jakarta, Selasa (31/5/2016).

Akibatnya, kondisi ini akan mempersulit petani sawit untuk menjaminkan lahan miliknya sebagai agunan saat mengajukan kredit terhadap perbankan.

Selain itu, perlu dibina para petani sawit agar lebih disiplin saat menjalankan pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Bagaimanapun, menurut Deri, industri kelapa sawit oleh industri perbankan dianggap sebagai salah satu industri paling menjanjikan di Indonesia. "Nah masalahnya, para petani sawit kita ini perlu dididik oleh pemerintah daerah agar lebih disiplin," ujarnya.

Ia mencontohkan saat tiba masa penanaman kembali (replanting) sawit, banyak petani sawit yang tidak disiplin. Padalah saat itu mereka sedang memiliki posisi banyak uang setelah melakukan panen dari masa tanam sebelumnya. "Disinilah biasanya kami membantu. Kami biasanya memberikan pelatihan saat menanam, mendidik agar rajin menabung, memberikan bantuan agar pelan-pelan taraf mereka meningkat," jelasnya.

Deri juga menegaskan agar para petani sawit di pelosok daerah menyatukan diri dalam sebuah koperasi. Tujuannya agar aset mereka menyatu dan dilihat oleh perbankan sebagai entitas bisnis yang cukup besar. "Karena petani sawit itu kan lahannya maksimal 25 hektare. Diatas itu dia dianggap bukan petani. Makanya kalau mengajukan kredit dalam bentuk kelompok koperasi, akan dilihat bank lebih besar dan lebih besar kemungkinan berhasil," tutup Deri. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI