Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai Indonesia kini darurat konsumsi rokok! Ini terbukti dari jumlah perokok aktif di Indonesia merupakan nomor urut ketiga terbesar di dunia, setelah China dan India. Saat ini jumlah perokok aktif di Indonesia tidak kurang dari 29,3 persen persen dari total populasi.
Konsumsi rokok juga telah memiskinkan masyarakat, khususnya di rumah tangga miskin. Mereka rata-rata menghabiskan satu bungkus rokok per hari. Pantas saja jika konsumsi rokok menduduki posisi kedua (12,4 persen setelah konsumsi beras," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2016).
Tulus menambahkan, relevan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Se Dunia (HTTS) oleh WHO, jika sehari saja masyarakat Indonesia tidaķ merokok, akan menghemat anggaran sebesar Rp605 miliar per hari! "Jika setahun tidak merokok, Rp 217 triliun!," ujar Tulus.
Jika dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi seperti susu, daging, telur serta buah tentunya akan membawa perubahan positif terhadap masyarakat.
Pertanyaannya dari mana kalkulasi tersebut? Tulus mengacu data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, serta riset dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Ia menjelaskan jumlah penduduk usia >10tahun yang tiap hari merokok (th 2013) 24,3%=0,243x199.178.321=48.400.332 jiwa. jika dikalikan dengan rata-rata jumlah batang perhari yang dihisap=12 batang. Jika harga 1 bungkus rokok yang isinya 12 batang perbungkus seharga Rp12.500, maka dalam sehari yang dikeluarkan konsumen perokok indonesia adalah = 48.400.332 jiwa x Rp. 12.500= Rp605,00 miliar perhari. Sementara dalam setahun, jumlah dana yang dikeluarkan untuk rokok adalah Rp. 605,00 miliar x 360 hari yang meghasilkan Rp217,80 triliun.
Sebagai catatam. 24,3 persen adalah jumlah perokok berusia diatas 10 tahun dan merokok satu bungkus rokok sehari. Sedangkan 199.178.321 adalah jumlah penduduk berusia di atas 10 tahun. Data 2013. Tentunya sekarang lebih fantastik lagi, setidaknya data 2015.
Terkait dengan hal itu, YLKI mendesak pemerintah agar memperbesar peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, sampai minimal 75 persen dari bungkus rokok. Ini sangat mendesak agar konsumen perokok dan non perokok makin paham tentang bahaya rokok yang selama ini dominan dimanipulasi industri rokok! "Dan larang total iklan dan promosi rokok di semua lini media. Saat ini semua negara di dunia telah melarang total iklan dan promosi rokok," tambah Tulus.
Tulus menambahkan bahwa cukai rokok juga harusnya tidak dibatasi sampai 57 persen saja. Di Singapura, cukai rokok mencapai 70 persen-80 persen dan terus meningkat, sehingga tidak terjangkau oleh uang saku anak-anak dan orang miskin. Cukai rokok sangat penting untuk membentengi agar perokok dari rumah tangga miskin dan anak-anak tidak makin terperangkap oleh konsumsi rokok, karena masih murahnya harga rokok. Pemerintah pun harus melakukan audit agar rumah tangga miskin penerima PBI BPJS dicabut hak PBI-nya jika mereka merokok satu bungkus per hari. Jika mereka merokok per bungkus per hari, berarti per bulan menghabiskan Rp 450.000 (Rp 12.500 per hari, kali 30 hari).
"Dengan demikian, mari kita bebaskan masyarakat Indonesia dari cengkeraman dan penjajahan industri rokok! Jadikan setiap hari sebagai Hari Tanpa Tembakau," tutup Tulus.