Daya Beli Masyarakat Turun, Kredit Macet Perbankan Naik

Adhitya Himawan Suara.Com
Senin, 30 Mei 2016 | 11:06 WIB
Daya Beli Masyarakat Turun, Kredit Macet Perbankan Naik
Ilustrasi kredit bank. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Industri perbankan nasional tak hanya pusing menghadapi melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit. Perbankan nasional kini harus menghadapi tren kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang semakin meningkat sepanjang tahun ini.

Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2016, total kredit industri perbankan mencapai Rp4.000,44 triliun. Sementara volume kredit yang berada dalam status NPL mencapai Rp113,07 triliun atau 2,82 persen dari total kredit di kuartal I 2016.

Pada Maret 2015, total kredit industri perbankan mencapai Rp3.679,87 triliun. Sementara volume kredit yang berada dalam status NPL mencapai Rp88,40 triliun atau 2,40 persen dari total kredit di kuartal I 2015.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan bahwa meningkatnya NPL industri perbankan tak lepas dari menurunnya daya beli masyarakat "Ini imbas dari masih rendahnya pertumbuhan ekonomi kita. Akibanya banyak debitur perbankan yang mengalami penurunan daya beli dan kesulitan membayar angsuran kredit,” kata Josua saat dihubungi Suara.com, Senin (30/5/2016).

Situsi ini sangat terlihat terutama di sektor-sektor ekonomi yang terpuruk. Seperti industri pertambangan dan industri perkebunan, terutama kelapa sawit. Daya beli debitur korporasi di kedua sektor tersebut mengalami penurunan seiring bisnis mereka yang lesu akibat rendahnya harga komoditi di pasar dunia. “Ini memang terasa sekali ada peningkatan NPL di kedua sektor tersebut,” jelas Josua.

Situasi ini mempersulit peluang tumbuhnya kredit perbankan di level yang tinggi. Sebab kondisi ini mau tak mau akan memaksa perbankan untuk lebih selektif dalam menyalurkan kredit. “Mereka tentu akan mengutamakan debitur eksisting dengan perjanjian kredit yang lebih baik daripada banyak mencari debitur baru dengan resiko lebih besar,” jelas Josua.

Kondisi ini membuak peluang perbankan semakin bersikap konservatif sehingga pertumbuhan kredit perbankan tahun ini bisa saja tak sesuai prediksi Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berkisar 12 – 14 persen. “Bisa saja realisasnya tak sesuai harapan BI dan OJK,” pungkas Josua.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI