Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan bahwa melambatnya penyaluran kredit perbankan tak lepas dari lesunya tingkat konsumsi masyarakat. Disisi lain, belanja infrastruktur pemerintah juga belum mampu menarik kedatangan investasi swasta.
"Saya kira ini tak bisa dilepaskan dari masih lambatnya pertumbuhan ekonomi kita. Terbukti Kuartal I 2016 kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia baru 4,9 persen. Dibawah ekspektasi pemerintah yang 5,3 persen,” kata Josua saat dihubungi Suara.com, Senin (30/5/2016).
Akibat pertumbuhan ekonomi yang masih rendah dan pergerakan dunia usaha juga masih rendah, daya beli masyarakat belum terlalu terdongkrak. Akibatnya konsumsi barang dan jasa juga tidak terlalu meningkat. “Ujungnya, permintaan kredit konsumsi juga masih rendah,” jelas Josua.
Disisi lain, belanja pemerintah untuk sektor infrastruktur memang sudah mulai gencar dilakukan. Sayangnya, berbagai proyek infrastruktur tersebut belum terlalu kuat menarik investasi swasta. Sehingga pertumbuhan kredit produktif juga belum bisa lebih tinggi dibanding tahun lalu. “ Saya kira ini juga masih belum naik tinggi di Semester I tahun ini,” jelas Josua.
Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini berkisar antara 5 – 5,1 persen. Sehingga pertumbuhan kredit perbankan tahun ini bisa saja tak sesuai prediksi Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berkisar 12 – 14 persen. “Bisa saja realisasnya tak sesuai harapan BI dan OJK,” tutup Josua.
Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2016, jumlah kredit yang disalurkan industri perbankan mencapai Rp4.000,44 triliun. Jumlah ini menunjukkan pertumbuhan 8,71 persen dibanding Kuartal I 2015 yang mencapai Rp3.679,87 triliun.
Capaian ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan di periode yang sama pada tahu lalu. Di Kuartal I 2015, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,27 persen dibanding Kuartal I 2014 yang mencapai Rp3.306,89 triliun.