Ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Sularso menyatakan bahwa banyak koperasi tidak mendekatkan diri dengan industri perbankan. Akibatnya, koperasi memiliki keterbatasan permodalan untuk pengembangan usaha kedepan.
"Memang koperasi memiliki iuran dari para anggota untuk memupuk. Tetapi aturan ideal ini hanya menghasilkan modal yang kecil bagi pengembangan koperasi kedepan," kata Sularso kepada Suara.com di Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Ia menyayangkan banyak koperasi di Indonesia seolah menjauh dan memusuhi perbankan. Padahal faktanya industri perbankan tetap merupakan sumber penyediaan permodalan terbesar di Indonesia. "Lebih dari Rp4 ribu triliun dana pihak ketiga (dana simpanan masyarakat di bank seperti deposito, tabungan dan giro) ada tersimpan di perbankan nasional," jelas Sularso.
Ia menambahkan pihak koperasi tak bisa sepenuhnya disalahkan. Sebab selama ini banyak koperasi yang kesulitan untuk mengakses kredit dari perbankan. "Jalan keluar dari persoalan ini juga tidak mudah. Karena tak mungkin pemerintah menghapus ketentuan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit," tambahnya.
Satu-satunya jalan keluar adalah meningkatkan kapasitas koperasi selaku badan usaha agar lebih akuntabel dan profesional dalam menjalankan usaha. Dengan demikian, koperasi akan lebih dipercaya oleh perbankan dan bisa memperoleh pinjaman atau kredit.
Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2016, DPK perbankan nasional saat ini mencapai Rp4.468,95 triliun. Jumlah ini tumbuh 6,34 persen dibanding Maret 2015 dimana DPK perbankan nasional mencapai Rp4.198,57 triliun.