PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, meraih nilai tambah hingga sebesar 481 Juta Dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp6,39 triliun sepanjang kuartal I 2016 melalui Breakthrough Project 2(BTP) New Initiatives diatas target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 411 juta Dolar AS.
“Proyeksi kami hingga akhir 2016, value added yang bisa diberikan ke Pertamina mencapai 1,64 miliar Dolar AS,” ujar Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina dalam keterangan resmi, Senin (16/5/2016).
BTP New Initiatives terdiri dari Sentralisasi Pengadaan (nonhidrokarbon), Perubahan Proses Pengadaan Crude dan Produk, Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak, Optimalisasi Aset Penunjang Usaha, dan Corporate Cash Management.
Pada kuartal I, nilai tambah dari BTP New Initiatives berasal dari sentralisasi procurement non hydro sebesar 105 juta Dolar AS atau diatas target yang ditetapkan 100 juta Dolar AS, efisiensi pengadaan hydrrool out PTKAM 0.2 sebesar 63,42 juta Dolar AS atau diatas target 25 juta Dolar AS operation excelle)MORE) 30,65 juta Dolar AS, inisitiatif efisiensi hulu 217 juta Dolar AS diatas target yang ditetapkan sebesar 192,7 juta Dolar AS dan inisiatif efisiensi direktorat sebesar 43 juta Dolar AS.
Sepanjang tahun lalu, Pertamina mencatatkan realisasi pencapaian BTP New Initiatives sebesar 608,41 juta Dolar AS atau 21,68 persen di atas target awal sebesar 500,42 juta Dolar AS.
Transformasi ISC
Salah satu inisiatif baru adalah transformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak oleh Interated Supply Chain (ISC). Saat ini ISC sudah pada tahap 2.0, yakni membentuk sistem pengadaan sistematis, sehingga tender bisa diakses melalui web Pertamina. Perseroan juga mengundang peserta tender hingga di atas 100 peserta.
Selain itu, lanjut Wianda, banyak harga yang ditawarkan sehingga Pertamina harus mengambil the best economic value. “Jadi kami tidak hanya memilih harga terendah, tapi juga memperhatikan jenis crude yang mana yang paling efisien saat dikelola di kilang Pertamina,” ungkap Wianda.
Pertamina, kata dia, juga terus melakukan pengadaan dari berbagai macam sumber, tidak hanya di negara tertentu karena dari situ perseroan bisa mendapatkan penawaran harga yang beragam.
Transformasi ISC telah melahirkan tiga tahapan penting atau dikenal dengan Fase 1.0 atau fase Quick Win, Fase 2.0 atau fase World Class ISC, dan Fase 3.0 di mana ISC akan menjadi Talent Engine. Dari Fase 1.0, ISC telah terbukti memberikan kontribusi nyata bagi kinerja Pertamina secara keseluruhan dengan dihasilkannya efisiensi sebesar 208,1 juta Dolar AS sepanjang tahun lalu.
Untuk Fase 2.0, terdapat enam inisiatif yang dikembangkan, yaitu pengadaan minyak mentah berdasarkan nilai keekonomian yang dilihat dari hasil produksi, penambahan list minyak mentah yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat diolah di Kilang Pertamina, dan kebijakan pengadaan minyak mentah secara berjangka (6 bulan) dengan melakukan pra seleksi untuk minyak mentah yang bernilai ekonomis tinggi.
Inisiatif lainnya adalah negosiasi peningkatan volume minyak mentah domestik yang disuplai kepada Pertamina oleh KKKS, optimasi pengolahan minyak untuk mendapatkan margin terbaik, serta penyederhanaan syarat & ketentuan (GT&C) dalam pengadaan minyak mentah di RU VI Balongan sesuai dengan standar internasional.
Selain inisiatif-insiatif tersebut, ISC juga akan melakukan sejumlah langkah terobosan yang akan dilakukan sepanjang 2016. Langkah-langkah terobosan tersebut, meliputi pembelian hydrocarbon, baik minyak mentah, kondensate dan LPG yang bersumber dari Iran, Crude Processing Deal untuk minyak Basrah Light Crude, langkah lanjutan reformasi proses pengadaan minyak mentah & produk di Pertamina, maksimalisasi pembelian minyak mentah domestik untuk Kilang Pertamina, dan BTP Implementasi HPS keekonomian dalam pengadaan minyak mentah.