Ketua Umum Relawan Laskar Rakyat Jokowi ( LRJ) Riano Oscha menilai usulan pencalonan dua anggota Komisaris PT Bank Sumut yaitu Rizal Pahllevi dan Hendra Arbie diduga penuh dengan tindakan kolusi. Pasalnya pemilihan Komisaris tersebut ,seharusnya mengacu kepada peraturan dan ketentuan ," Harusnya setiap usulan calon komisaris di PT Bank Sumut harus melalui Komite Remunerasi dan Nominasi ( KRN) yang lengkap minimal tiga orang dengan adanya komisaris non independen /Komut sebagai salah satu calon anggota yang diatur dalam ketentuan," kata Riano dalam keterangan resmi, Jumat ( 13/5/2016) .
Riano mengatakan, bahwa calon anggota komisaris wajib memenuhi persyaratan utama yaitu integritas, kompetensi dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 17 PBI No.12/23/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
" Kalau Rizal Pahlevi sudah tidak memenuhi persyaratan integritas dan kompetensi lagi sebagai komisaris karena telah melakukan berbagai pelanggaran berat GCG, " ungkapnya.
Pihaknya mendesak Dewan Komisioner OJK untuk membatalkan dan menyatakan tidak lulus fit and proper test terhadap , Rizal Pahlevi sebagai calon Komisaris Utama dan Sdr. Hendra Arbie sebagai calon Komisaris PT. Bank Sumut karena proses pengajuan dan pencalonan , nyata-nyata dilakukan menyimpang dan melanggar peraturan dan ketentuan yang berlaku.
' Calon-calon komisaris yang diajukan juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (BI) dan berpotensi menimbulkan conflict of interest," tegasnya.
Bahkan berdasarkan track record dan catatan serta bukti yang ada, Rizal Pahlevi sebagai calon Komisaris Utama jelas tidak memenuhi aspek integritas dan secara nyata telah berkali-kali melakukan pelanggaran berat GCG yang fatal.
Menurutnya, agar melakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) dalam rangka penilaian kembali terhadap semua anggota Dewan Komisaris dan Direksi PT. Bank Sumut karena adanya indikasi permasalahan integritas dan kompetensi berupa terjadinya pelanggaran-pelanggaran GCG dan ketidakmampuan melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank sebagaimana dimaksud PBI No.12/23/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
"Jika OJK tidak bersikap tegas sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku ,maka LRJ akan melaporkan masalah ini kepada Presiden Jokowi ," pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma Sundari ,mengatakan, sikap OJK yang diduga terkesan tidak mengacu pada aturan ketentuan yang berlaku dalam pemilihan calon anggota komisaris bank Sumut .Sangat memprihatinkan Sebagai regulator perbankan, OJK harusnya memberi contoh kepatuhan terhadap ketentuan, bukan berperilaku yang memunculkan budaya hukum kelembagaan yang superior berupa kekuasaan (tidak patuh hukum).
" Sikap double standard OJK dalam penerapan ketentuan pemilihan pengurus bank, termasuk di bank daerah akan kontraproduktif bagi penguatan industri keuangan dan perbankan tanah air," kata Eva dalam keterangan resmi, Jumat (13/5/2016).
Namun saat ditanyakan terkait adanya pemilihan komisaris tersebut tanpa melalui keputusan RUPS, Eva menjelaskan, secara mekanisme pemilihan pengurus bank sudah diatur secara tegas dalam peraturan BI dan OJK. Selain itu, tentu saja mekanisme itu diatur dlm ketentuan internal bank, misalnya di anggaran dasar. Dgn pengaturan tersebut tentunya semua pihak harus patuh termasuk pihak pengawas bank. Jika diatur pengajuan atau pemilihan melalui RUPS," Ya semua pihak harus patuh. Jika tidak dpatuhi, maka akan terjadi pelanggaran terhadap prinsip GCG yang berdampak pada tingkat kesehatan bank dan hilangnya kepercayaan masyarakat maupun nasabah ," jelasnya.
Selain itu, terkait dengan keanggotaan KRN yang hanya ada 2 orang padahal seharusnya 3 anggota, menurutnya, di peraturan BI, anggota KRN minimal harus 3 orang yang terdiri dari 3 unsur yaitu dari pemegang saham pengendali, pemegang saham minoritas dan unsur manajemen.
"Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka hasil kerja KRN itu dipastikan tidak sah. Apalagi jika pengajuan calon pengurus itu langsung oleh Gubernur sbg pemegang saham pengendali, itu namanya intervensi dan jelas pelanggaran GCG," tegas Politisi PDI Perjuangan ini.
Eva mengaku, apabila secara umum, jika terjadi masalah internal mestinya cepat diselesaikan secara internal, jangan sampai berlarut-berlarut. Jika berlarut, OJK harus turun tangan menyelesaikannya dengan lebih dahulu melakukan pemeriksaan secara objektif.
Eva mengungkapkan, untuk masalah komisaris Bank Sumut, mestinya OJK sejak awal menolak hasil RUPS atau keputusan Gubernur yang dapat berakibat terjadinya kekosongan Komisaris Utama tanpa ada penggantinya.
" Jika sudah terjadi kekosongan itu seperti sekarang ini, sebaiknya dikembalikan dulu komisaris utama yang lama untuk selesaikan masalah atau memproses pemilihan komisaris baru," ujarnya.
Dalam permasalah yang terjadi, OJK itu harus independen, tidak boleh diintervensi dan tidak boleh pula memihak. Selain independen, OJK juga harus bersikap transparan, akuntabel, responsible dan fairness. Semua prinsip OJK itu sudah diatur secara tegas dalam UU No.21 thn 2011 ttg OJK.
"Kami anggota DPR, khususnya Komisi XI akan terus mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan fungsi OJK agar tidak menyimpang dari UU dan semangat pembentukannya dahulu, apalagi digunakan untul kepentingan pribadi pihak-pihak tertentu," paparnya.
Seperti diketahui bahwa menurut UU No. 7 Tahun 1992/UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan berbagai Peraturan Bank Indonesia, pengelolaan sebuah bank harus berdasarkan prinsip kehatian-hatian (prudential banking), prinsip manajemen risiko dan kepatuhan (risk management and compliance) dan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) mengacu pada sistem perbankan yang sehat dengan berpedoman pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Bahwa sesuai dengan maksud tujuan pembentukannya, OJK harus menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya sebagai regulator/pengatur, pengawas dan pemeriksa bank sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. Segala pernyataan, sikap dan tindakan OJK harus mengacu pada peraturan dan ketentuan yang berlaku, bukan berdasarkan kepentingan pihak tertentu apalagi melakukan tindakan kolusi dengan Gubsu Tengku Erry Nuradi dalam memilih dan menetapkan calon-calon Komisaris yang diajukan yaitu Rizal Pahlevi (Komisaris Independen PT. Bank Sumut) sebagai calon Komisaris Utama dan Sdr. Hendra Arbie (Pengusaha) sebagai calon Komisaris di Bank Pembangunan Daerah (BPD) milik Provinsi Sumatera Utara tersebut.
Bahwa usulan pergantian calon komisaris di PT. Bank Sumut harus mengacu kepada peraturan dan ketentuan yakni; setiap usulan penggantian calon anggota komisaris harus melalui Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) yang lengkap minimal 3 (tiga) orang dengan adanya komisaris non independen/Komisaris Utama sebagai salah satu anggota yang diatur dalam ketentuan PBI No. 8/4/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.
Sebelumnya, Aliansi Sumut melakukan aksi demonstrasi di depan kantor OJK “Otoritas Jasa Keuangan” di Lapangan Banteng Jakarta Pusat, Rabu (20/4/2016).
Adapun tuntutan dari Aliansi Sumut meminta kepala OJK Medan segera dipecat karena diduga merupakan aktor atau dalang kebangkrutan Bank Medan Sumatera Utara.
Perlu diketahui bahwa elemen masyarakat Sumatera Utara ini meminta Ketua Dewan Komisioner untuk menindak tegas pejabat OJK regional 5 dan OJK pusat yang diduga terlibat dan bertanggung jawab atas permasalahan pelanggaran GCG dan penurunan kerja di Bank Sumut.