Negara-negara berkembang yang tergabung dalam Developing Eight (D-8) berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama di sektor industri. Kesepakatan ini diwujudkan pada pelaksanaan The 9th Working group on Industrial Cooperation dan The 5thMinisterial Meeting D-8 on Industrial Cooperation di Kairo, Mesir pada tanggal Senin (9-11/5/2016).
“Pertemuan kali ini berfokus pada pembahasan kerjasama sektor industri di antara negara anggota D-8, yang terdiri dari Indonesia, Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki,” kata Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Achmad Sigit Dwiwahjono, yang juga bertindak sebagai pimpinan delegasi Indonesia di Kairo, Mesir, Rabu (11/5/2016).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi D-8 Seyed Ali Mohammad Mousavi mengatakan, kerjasama industri di antara negara anggota D-8 semestinya tidak hanya menjadi event seremonial semata, namun harus diwujudkan ke dalam berbagai kerjasama yang aktual dan implementatif.
“Masing-masing negara harus mempunyai penekanan proyek kerjasama tertentu yang akan ditentukan kemudian, sehingga setiap negara anggota memiliki ciri khas dan kontribusi tanggung jawab yang berbeda untuk mendukung pengembangan kerjasama industri di antara sesama negara anggota,” papar Mousavi.
Dalam sidang D-8 kali ini, Sigit menyampaikan, terdapat 13 satuan tugas (Task Force/TF) yang dibentuk secara paralel, yaitu TF on SMEs, TF on Automotive, TF on Petrochemical, TF on Cement, TF on Electronic and ICT, TF on Machinery, TF on Technology Cooperation, TF on Standardization and Accreditation, TF on Energy, TF on Food Industry, TF on Iron and Steel, TF on Glass and Ceramic, dan TF on Textile and Garments. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Otoritas Pembangunan Industrial, Kementerian Perdagangan dan Industri, Republik Arab Mesir, Ismail Gaber.
Sementara delegasi Indonesia berpartisipasi dalam lima TF, yaitu TF on SMEs, TF on Food Industry, TF on Automotive, TF on Petrochemical serta TF on Textile and Garments. “Secara umum, delegasi Indonesia mengusulkan harmonisasi standar di antara negara anggota D-8. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi berbagai hambatan teknis untuk meningkatkan akses pasar terhadap negara-negara anggota,” papar Sigit.
Adapun bentuk aktual kerjasama yang ditawarkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia adalah Mutual Recognition Agreement, conformity assessment untuk laboratorium uji sertifikasi, joint research, capacity building, dan transfer teknologi. “Selain itu, masing-masing Task Force menekankan perlunya kontinuitas komunikasi dan koordinasi antar negara anggota, sehingga diusulkan penunjukkan focal point dan pengembangan website sebagai media untuk saling berbagi data dan informasi,” kata Sigit.
Pada pertemuan TF on SMEs, Sigit menyebutkan, dibahas mengenai pengumpulan profil IKM, business matching antar IKM, pertukaran tenaga ahli, serta berbagai pelatihan dan benchmarking antar IKM masing-masing negara anggota D-8. “Dalam pertemuan tersebut juga diusulkan pengembangan IKM khusus untuk pemuda dan wanita,” ujarnya.
Selanjutnya pada pertemuan TF on Food Industry, perwakilan delegasi Indonesia dari Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian RI, mengusulkan adanyaMutual Recognition Agreement (MRA) antara negara-negara anggota D-8 terkait sertifikasi halal. “Hal ini diusulkan mengingat salah satu persamaan fundamental dari negara-negara anggota D-8 tersebut adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang sudah pasti menjadikan isu halal tersebut sebagai unsur yang harus dipenuhi dalam rangka menjamin mayoritas konsumennya akan ketersediaan produk-produk halal,” ulasnya.
Sigit menambahkan, dalam rangka meningkatkan promosi mengenai produk halal, juga telah disepakati agar masing-masing negara anggota D-8 berpartisipasi aktif dalam pameran dan misi dagang. “Dalam TF ini juga disepakati agar dibentuk suatu steering committee yang bertugas untuk mengkoordinasi, menindaklanjuti dan mengevaluasi hal-hal yang direkomendasikan dalam pertemuan,” tuturnya. Pada pertemuan ini, perwakilan PT. Indofood Indonesia di Mesir turut hadir berpartisipasi dalam pertemuan tersebut, dan menyetujui serta mendukung rencana pembentukan MRA di bidang produk makanan halal.
Untuk pertemuan TF on Automotive, dibahas berbagai isu dan rekomendasi seperti pertukaran informasi terkait asosisasi otomotif dan focal point di masing-masing negara anggota, pembahasan regulasi teknis untuk menghindari hambatan non tarif, pembuatan database otomotif dan utiliasi website, penjajakan kerjasama B to B di sektor otomotif, serta upaya promosi dan kerjasama litbang dan teknologi.
“Pada pertemuan TF on Petrochemical, dibahas mengenai tindak lanjut dari asosiasi petrokimia negara anggota D-8, terkait penentuan sekretariat dari asosiasi tersebut dan lokasi kantornya, yang saat ini masih dipegang oleh Iran, dan selanjutnya akan ditangani oleh Mesir,” kata Sigit. Pada pertemuan itu, salah satu perusahaan petrokimia Mesir, Egyptian Petrochemicals Holding Co. Echem memaparkan berbagai potensi proyek kerjasama.
Sedangkan, pada pertemuan TF on Textile and Garments, delegasi Indonesia mengusulkan harmonisasi standar pengujian dan sertifikasi untuk produk tekstil serta penjajakan berbagai pontesi kerjasama dalam rangka menjamin pasokan bahan baku dan rantai suplai untuk industri tekstil di antara negara anggota D-8.
Pada penutupan sidang, dilaksanakan Ministerial Meeting, dimana penanggung jawab utama masing-masing TF melaporkan kesepakatan dari hasil pertemuannya. Pada kesempatan tersebut, Sigit menyampaikan bahwa hasil-hasil pembahasan di masing-masing TF terkait kerjasama industri harus segera ditindaklanjuti dan dikoordinasikan dengan berbagai pihak terkait.
Kerjasama INKA dengan BUMN Mesir
Sigit menambahkan, beberapa negara anggota D-8 termasuk Indonesia telah memanfaatkan kerjasama internasional ini guna meningkatkan pengembangan industri di tingkat bilateral. “Kami telah melakukan pertemuan dengan Duta Besar RI untuk Mesir, Helmy Fauzi. Pertemuan tersebut banyak membahas berbagai potensi kerjasama di bidang industri antara Indonesia dan Mesir secara bilateral, baik yang sedang di inisiasi maupun yang berpotensi akan menguntungkan kedua negara,” tuturnya.
Salah satu pembahasan yang cukup mendapat perhatian adalah rencana kerjasamaPT Industri Kereta Api (INKA) dengan perusahaan BUMN di Mesir yang saat ini masih dalam tahap negosiasi. “PT. INKA berencana mengadakan kontrak kerjasama industri maupun perdagangan dengan salah satu BUMN terkemuka di Mesir, untuk pengadaan gerbong kereta api dan kepala truk, serta membangun fasilitas perawatan dan perbaikannya di Mesir,” papar Sigit.
Dubes RI untuk Mesir dan Dirjen KPAII bersama-sama menyepakati untuk memberikan dukungan penuh agar kerjasama bilateral dapat terwujud dalam waktu dekat. Selain itu, dilakukan pula kerjasama bantuan teknis dan transfer teknologi sebagai tahap lanjutan dari kerjasama tersebut yang ditujukan untuk menjamin akses pasar produk PT. INKA ke pasar Mesir dan negara-negara sekitarnya.