Versi IMF, Suap Menghilangkan Dana 2 Triliun Dolar AS Tiap Tahun

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 12 Mei 2016 | 09:00 WIB
Versi IMF, Suap Menghilangkan Dana 2 Triliun Dolar AS Tiap Tahun
Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde. (Reuters)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada Rabu (11/5/2016) bahwa praktek suap telah membuat dana sebesar 1,5 triliun hingga 2,0 triliun dolar AS per tahun di seluruh dunia menghilang atau raib. Praktek buruk ini juga membuat ekonomi turun dan memperburuk pelayanan sosial bagi masyarakat miskin.

Dalam sebuah laporan terbaru tentang dampak korupsi terhadap ekonomi, IMF mengatakan bahwa penyuapan, korupsi dan kecurangan umum lainnya, baik di negara-negara kaya maupun miskin membatasi pertumbuhan ekonomi dan memperlemah kekuatan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Dalam sebuah pidato yang dipersiapkan untuk KTT Anti-Korupsi Global di London pada Kamis (12/5/2016), Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan bahwa semakin banyak para pemimpin yang secara terbuka mencari bantuan untuk memerangi momok (korupsi) yang kini semakin mengkhawatirkan. 

"Keduanya, kemiskinan dan pengangguran, dapat menjadi gejala korupsi kronis," kata dia, menurut teks pidatonya.

"Sementara biaya ekonomi langsung dari korupsi sangat terkenal, biaya tidak langsung mungkin bahkan lebih besar dan melemahkan, menyebabkan pertumbuhan rendah dan ketimpangan pendapatan yang lebih besar." Lagarde menolak pendapat bahwa korupsi merupakan fenomena budaya yang membandel di banyak negara. Faktanya, itu adalah umum di seluruh budaya, dan negara-negara dengan berbagai latar belakang telah menemukan cara untuk mengatasi itu," kata dia.

Mendiang pemimpin Singapura Lee Kuan Yew , menurut Lagarde, sangat efektif baik dalam menandakan kebijakan toleransi nol terhadap korupsi maupun membangun lembaga yang kompeten pada saat korupsi meluas di Singapura.

IMF menyatakan dampak ekonomi dari korupsi sulit untuk dihitung. Tapi meskipun ada klaim bahwa itu membantu "melumasi roda-roda" untuk membuat ekonomi bekerja, dampaknya secara keseluruhan sangat negatif.

Biaya suap sendiri mencapai lebih dari dua persen dari produk domestik bruto -- ukuran output ekonomi lebih luas -- dan karena itu adalah noda, uang tersebut sering disedot keluar dari negara-negara bersangkutan ke "offshore havens" atau tempat berlindung di luar negeri, yang berarti tidak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan.

Korupsi melanggengkan inefisiensi ekonomi, merusak kebijakan publik, dan memperburuk ketimpangan.  Hal ini juga menakutkan para investor, baik domestik maupun asing.

"Investor sebenarnya mencari negara yang dapat memberikan mereka jaminan bahwa, setelah investasi dilakukan, mereka tidak akan diperas dengan menyediakan suap," kata Lagarde.

Laporan itu mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa korupsi yang lebih tinggi umumnya berkorelasi dengan pelayanan sosial yang lebih rendah bagi masyarakat miskin.

Itu sebagian karena anggaran pemerintah di negara-negara lebih korup bisa dimasukkan ke dalam berbagai jenis pengeluaran, seperti proyek-proyek tiket besar yang menawarkan peluang korupsi lebih besar.

Lagarde mengatakan bahwa IMF memiliki panduan tentang langkah-langkah anti-korupsi dalam program-program bantuan bagi pemerintah, karena "korupsi yang meluas membuat lebih sulit untuk melakukan kebijakan fiskal yang sehat." Pendekatan tertentu telah terbukti efektif di sejumlah negara: membayar pegawai negeri sipil lebih besar; menyiapkan pengadilan khusus anti-korupsi; menghukum perusahaan-perusahaan untuk praktek korupsi di negara lain; dan mendirikan kantor khusus untuk mengumpulkan pajak dari wajib pajak terbesar, guna meningkatkan kepatuhan.

Tetapi Lagarde juga menekankan perlunya aturan hukum dan kepemimpinan perusahaan. "Penuntut (jaksa) 'big fish' yang kuat diperlukan untuk mengirim sinyal jelas dari komitmen dan perubahan hanya dapat dicapai jika para pemimpin suatu negara tampak mendukung proses tersebut," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI