Rencana pemerintah menerapkan pengenaan cukai terhadap produk plastik kemasan mendapat penolakan keras dari para pelaku industri makanan dan minuman. Sebab kebijakan ini diyakini akan melemahkan pertumbuhan ekonomi dan industri makanan dan minuman.
Plastik kemasan melibatkan ribuan pelaku industri baik sebagai produsen, pengguna maupun pendaur ulang plastik kemasan. "Salah satunya adalah industri makanan dan minuman yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB Non Migas yaitu sebesar 31 persen pada tahun 2015 dan tumbuh sebsar 7.54 persen pada Q3 2015 atau sekitar 8 persen pada akhir tahun 2015," kata Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) dalam keterangan resmi, Rabu (11/5/2016).
Ia menambhkan bahwa data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa sektor makanan dan minuman adalah salah satu penyumbang investasi yang besar. Tahun 2015 sebesar Rp50 triliun, sedangkan tahun 2014 sebesar Rp58 trilyun. Namun demikian, sektor makanan dan minuman masih dalam fase pertumbuhan awal yang rentan terhadap perubahan harga. "Data BPS menunjukan pertumbuhan industri makanan dan minuman turun dari 9,49 persen ditahun 2014 menjadi 7,54 persen di tahun 2015,” ujar Adhi.
Sebagai ilustrasi, studi yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Ekonomi & Manajemen FE (LPEM FEUI) tahun 2012 menunjukan elastisitas harga pada minuman berkarbonasi sebesar 1.76, sehingga kenaikan 1 persen harga akan menurunkan 1.76 persen permintaan. Apabila dikenakan cukai sehingga harga naik, maka konsumsi akan menurun tajam. Akibatnya, pengenaan cukai juga serta merta akan menurunan pendapatan pemerintah akibat penurunan penerimaan pajak tidak langsung dari total volume penjualan yang menurun.
"Sebagai sektor usaha yang tengah tumbuh, sektor kosmetik juga menyumbang kontribusi ekspor pada 2015 sebesar Rp8,5 triliun. Data BKPM juga menunjukkan realisasi investasi kosmetik pada tahun 2015 mencapai Rp11,9 triliun, naik 133 persen dari tahun sebelumnya sebanyak Rp 5,1 triliun," tambah Adhi.
Dengan kata lain, pengenaan cukai pada plastik kemasan akan memberatkan penyerapan tenaga kerja pada industri andalan. Salah satu industri yang akan terdampak oleh wacana cukai kemasan plastik adalah industri mamin, padahal industri ini masih menjadi prioritas dalam strategy investasi sektor padat karya yang dicanangkan pemerintah.
Terkait dengan tenaga kerja, Adhi S kembali menjelaskan bahwa industri makanan dan minuman terdiri dari produsen besar, menengah dan kecil (UKM) dengan jumlah mencapai lebih dari 6.000 pemain besar dan lebih dari 1 juta usaha mikro kecil. Data BPS 2014 bahkan menunjukkan tenaga kerja langsung pada industri makanan dan minuman hampir mencapai 4 juta pekerja.
“Belum lagi melihat ‘multiplier effect’ –nya. Setiap 1 tenaga kerja tercipta pada industri mamin, rata-rata menghasilkan tambahan 4 tenaga kerja pada industri pendukungnya, yang mayoritas adalah UMKM/pedagang kecil. Dengan demikian secara total jumlah tenaga kerja yang bergantung kepada sektor industri makanan dan minuman ini adalah sekitar 16 juta orang”, tutur Adhi.
Selain sektor makanan dan minuman (Mamin) masih banyak sektor lain yang terkait dengan kemasan plastik seperti sektor kosmetika, farmasi, kimia, dan lain-lain. Untuk sektor kosmetik, data dari PERKOSMI menunjukkan bahwa ada sekitar 700 perusahaan kosmetika mulai dari kecil, menengah sampai besar yang menyerap tenaga kerja langsung hingga 62,000 pekerja.