Suara.com - Pemerintah tengah mempersiapkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sejumlah poin sudah disepakati pemerintah, termasuk tarifnya. Kabarnya, tarif tax amnesty mulai dari 2 persen, 4 persen, hingga 6 persen. Tarif ini tergantung waktu pengajuannya.
Kesepakatan lainnya adalah kewajiban repatriasi aset tidak diharuskan. Namun, jika mau menjalani repatriasi, wajib pajak akan diberikan insentif berupa penurunan pajak deposito dalam rupiah dan valas.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution belum memberikan kepastian tarif pengampunan pajak versi pemerintah dalam RUU Pengampunan Pajak.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra Soepriyatno mengatakan bahwa sampai kini pihaknya belum melakukan pembahasan resmi dengan pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak. "Jadi besaran tarif repatriasi tersebut belum bisa saya komentari terlalu besar atau terlalu kecil. Nanti itu setelah reses," kata Soepriyatno saat dihubungi Suara.com, Jumat (6/5/2016).
Namun Soepriyatno menyatakan poin penting kelak dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak adalah menemukan titik keseimbangan antara efektivitas pengampunan pajak dengan rasa keadilan masyarakat.
"Jika tarif pengampuan pajak terlalu kecil, maka efektivitas dari kebijakan ini akan gagal. Tujuan pemerintah memulangkan dana besar dari luar negeri ke Indonesia untuk mendongkrak penerimaan pajak tidak akan tercapai. Sebaliknya, jika tarif pengampunan pajak terlalu banyak, maka akan merusak rasa keadilan masyarakat yang selama ini jujur dan rutin membayar pajak. Seolah negara dengan gampang memaafkan pengemplang pajak. Titik keseimbangan yang pas inilah yang akan jadi fokus perhatian kita," tutup Politisi dari Fraksi Gerindra tersebut.