Suara.com - Kemarin, Kamis (28/4/2016), beredar siaran pesan pendek yang menyatakan bahwa perusahaan surat kabar Suara Karya milik Partai Golkar dikabarkan bangkrut dan akan berhenti terbit mulai Senin (2/5/2016). Kontan kabar ini langsung dibantah oleh karyawan maupun manajemen koran Suara Karya.
Singgih Setiawan, Asisten Redaktur Pelaksana Koran Suara Karya menuturkan bahwa memang ada penurunan omzet usaha dari Suara Karya. "Karena memang akhir-akhir ini iklan lebih seret ya sehingga memperberat pemasukan," kata Singgih saat dihubungi Suara.com, Jumat (29/4/2016).
Singgih membantah terpuruknya bisnis koran Suara Karya karena imbas dari perpecahan berkepanjangan yang mendera Partai Golkar. Golkar memang mengalami dualisme kepengurusan lebih dari setahun antara kubu Aburizal Bakrie dengan kubu Agung Laksono. "Ini murni karena bisnis, bukan karena konflik Golkar. Sebetulnya dari sejak awal Aprl ini, kami sudah melakukan efisiensi. Sekarang kami hanya terbit Senin-Jumat, setelah sebelumnya Sabtu kami juga terbit," ujar Singgih.
Jawaban Singgih dibenarkan oleh Pemimpin Redaksi Suara Karya Lalu Mara Satriawangsa. Ia menegaskan bahwa kabar tersebut tidak betul. "Kita membahas kinerja Suara Karya yang dalam 3 bulan terakhir ini jeblok. Tidak sebanding antara pengeluaran dan pendapatan. Kita membahas berbagai alternatif, salah satunya kemungkinan terburuk adalah tutup," kata Lalu saat dihubungi Suara.com, Jumat (29/4/2016).
Namun belum ada keputusan resmi bahwa Suara Karya akan segera ditutup. Sebab ada alternatif kedua yaitu masalah ini akan dibawa ke pemegang saham. "Untuk diminta solusinya dalam masalah ini," tutup Lalu yang juga orang dekat Aburizal Bakrie tersebut.
Sebelumnya memang telah beredar pesan singkat yang menceritakan bahwa koran Suara Karya akan terbit terakhir kalinya pada Senin (2/5/2016). Koran ini memang dikenal berhubungan erat dengan Partai Golongan Karya. Koran ini pertama kali terbit pada 11 Maret 1971. Sejumlah politikus Partai Golkar ada di belakang berdirinya Suara Karya. Pendirinya adalah Ali Moertopo, Soedjono Hoemardani, dan Sapardjo. Sedangkan Aburizal Bakrie, M. Jusuf Kalla, dan Akbar Tandjung menjadi penasihat media ini.
Dalam pesan tersebut, Suara Karya dikabarkan memiliki sejumlah tunggakan kertas dan percetakan, tunggakan sewa gedung, gaji karyawan yang belum dibayar 3 bulan, dan sejumlah utang lainnya.