Upaya pemerintah memperbaiki kemudahan berusaha (ease of doing business) dilakukan untuk memberikan tiga kepastian bagi pelaku usaha. Kepastian yang akan diberikan pada pelaku usaha adalah dalam hal prosedur, waktu dan biaya. Sehingga berusaha di Indonesia akan lebih sederhana dalam hal prosedur, lebih cepat waktunya dan lebih murah biayanya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyampaikan bahwa perbaikan yang membuat lebih sederhana dari sisi prosedur. Di antaranya dari Aspek memulai usaha dari 13 prosedur menjadi 7 prosedur. Kemudian aspek perizinan terkait pendirian bangunan, untuk pendirian bangunan dari 17 prosedur, menjadi 14 prosedur.
“Aspek pendaftaran properti dari 5 prosedur menjadi 3 prosedur. Kemudian, aspek pembayaran pajak, dari 54 kali pembayaran menjadi 10 kali pembayaran secara online. Selanjutnya aspek penegakan kontrak untuk penyelesaian gugatan sederhana dari belum ada prosedur menjadi 8 prosedur, bila ada keberatan terhadap putusan menjadi 11 prosedur. Serta aspek penyambungan listrik: penyambungan listrik dari 5 prosedur menjadi 4 prosedur,” ujarnya dalam keterangan resmi kepada media, Jum’at (29/4/2016).
Menurut Franky, dari sisi waktu, perbaikan kemudahan berusaha akan membuat indikator-indikator kegiatan berusaha juga akan lebih cepat prosesnya. Contohnya aspek memulai usaha dari lama penyelesaian 47 hari, menjadi 10 hari, kemudian aspek terkait pendirian bangunan:dari lama penyelesaian 210 hari menjadi 52 hari, serrta aspek pendaftaran properti: dari lama penyelesaian 25 hari kerja menjadi 7 hari kerja.
“Aspek penyambungan listrik dari lama penyambungan listrik 80 hari, menjadi 25 hari kerja, selanjutnya aspek penegakan kontrak: Terkait waktu penyelesaian perkara, dari sebelumnya tidak diatur dan tidak ada batasan proses banding,menjadi kepastian lama penyelesaian perkara 25 hari dan 38 hari apabila ada banding,” urai Franky.
Sementara terkait dengan biaya, terjadi pemangkasan biaya yang cukup signifikan. Terlihat dari aspek memulai usaha (starting a business) dari Rp 6,8-7,8 juta menjadi Rp 2,7 Juta, kemudian aspek perizinan terkait mendirikan bangunan (dealing with construction permit) dari Rp 86 juta menjadi Rp 70 Juta, serta aspek pendaftaran properti: dari 10,8 persen dari nilai properti menjadi 8,3 persen dari nilai property.
Franky menambahkan bahwa dengan berbagai deregulasi yang telah dilakukan, diharapkan perbaikan kemudahan berusaha di Indonesia ini, benar-benar dapat dinikmati oleh investor, pelaku usaha dan seluruh masyarakat Indonesia.
Terutama terkait UMKM, yang tidak lagi disyaratkan minimum modal dasar pendirian perusahaan sebesar Rp 50 juta. Dengan deregulasi kebijakan yang dilakukan modal dasar untuk UMKM ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri PT yang dituangkan dalam akta pendirian PT.
“Oleh karena itu, pekerjaan selanjutnya adalah memastikan seluruh perbaikan kemudahan berusaha yang sudah dihasilkan dapat terimplementasi dengan baik, memastikan pelaku usaha dan investor dapat memanfaatkannya,” jelasnya.
Presiden Joko Widodo kemarin (28/4/2016) mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XII di Istana Kepresidenan, Jakarta terkait langkah-langkah yang dilakukan dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian.