Suara.com - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengapresiasi keputusan berani dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menghukum 32 perusahaan penggemukan sapi (feedloter) yang terbukti telah melakukan praktik kartel dan mengatur harga daging sapi di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek). Besaran denda terhadap 32 perusahaan tersebut berkisar dari Rp194 juta hingga Rp21,39 miliar.
"Kita apresiasi ya keputusan KPPU tersebut. Semoga ini memberikan dampak perbaikan terhadap pasar daging kita supaya lebih sehat," kata Khudori saat dihubungi Suara.com, Kamis (28/4/2016).
Ia mengakui sebetulnya kondisi ini terjadi karena pasar komoditi pangan relatif oligopoli sehingga rawan memunculkan praktek kartel. Pasar yang ada tidak gampang memberikan peluang untuk memunculkan pemain bisnis baru. "Ini tak hanya di komoditi daging sapi. Tapi komoditi pangan secara umum juga demikian," ujar Khudori.
Disinilah kontribusi pemerintah perlu dihadirkan. Pemerintah harus memberi insentif seperti kemudahan dalam mengembangkan sentra industri penggemukan dan pemotongan sapi. Jumlah sapi indukan (sapi betina yang dikhusukan untuk menghasilkan sapi ternap siap potong) di Indonesia masih berkisar 1,3 juta ekor. "Jumlah ini masih kurang, ini yang harus digenjot oleh pemerintah agar pasokan daging sapi selalu tersedia dalam jumlah besar. Serta ada insentif lagin agar pemain baru dalam bisnis pangan ini terus bertambah banyak agar tercipta persaingan pasar yang sehat," jelasnya.
Ia khawatir jika tidak dibarengi dengan kebijakan khomprehensif untuk membenahi peternakan sapi serta bisnis penunjangnya, praktik kartel daging sapi akan terus terjadi. Hukuman denda yang akan dijatuhkan oleh KPPU diyakini tak akan memberikan efek jera. "Jadi sanksi tegas saja dari KPPU itu belum cukup. Harus ada pembenahan total dari pemerintah itu sendiri juga," tutup Khudori.