Suara.com - Pemerintah akhirnya memutuskan membuka keran impor daging kerbau dari India menjelang puasa dan lebaran 2016. Kebijakan membuka pintu masuk daging kerbau dari India ini sebagai dampak dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 tahun 2016 tentang pemasukan ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu yang berasal dari negara atau zona dalam suatu negara asal pemasukan, impor daging dari negara yang belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) diperbolehkan.
Daging kerbau asal India ini diprediksi akan dijual dengan harga rata-rata Rp 60.000 per kilogram (kg) atau sekitar rata-rata 60% dari harga daging sapi dalam negeri yang berada di kisaran Rp 110.000 per kg. Kondisi inilah yang mengkhawatirkan peternak sapi dan kerbau lokal akan kalah bersaing. Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) khawatir kebijakan pemerintah ini akan memukul harga sapi yang telah terbentuk selama ini di pasaran. Sebab mereka selama ini menjual daging rata-rata Rp 100.000-Rp 110.000 per kg.
"Memang seharusnya pemerintah tidak mengutamakan membuka impor daging kerbau," kata pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori saat dihubungi Suara.com, Kamis (28/4/2016).
Khudori mengingatkan seharusnya pemerintah fokus terlebih dahulu memberikan pembinaan dan pemberdayaan berkelanjutan untuk peternak sapi atau kerbau dalam negeri untuk dapat meningkatkan pasokannya secara bertahap. Di luar negeri, industri peternakan sudah dibangun dengan sedemikian sistematis mulai dari proses pembibitan ternak hingga saat proses penyembelihan sapi atau kerbau yang telah siap potong. "Seharusnya ini yang menjadi fokus pemerintah, jangan buru-buru langsung mendatangkan daging impor.
Pemerintah sendiri melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kemtan) Muladno Basar menyatakan pemasukan daging dari India merupakan implementasi dari paket kebijakan ekonomi jilid IX untuk langkah stabilisasi harga daging sapi. Pemerintah juga akan memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan yang ditetapkan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.