Bappenas akan Refocusing Anggaran di Papua Agar Tak Nyasar

Selasa, 26 April 2016 | 13:11 WIB
Bappenas akan Refocusing Anggaran di Papua Agar Tak Nyasar
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil [suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah berencana refocusing anggaran untuk Provinsi Papua dan Papua Barat agar tepat sasaran, kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil di acara Hari Kosumen Nasional di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/4/2016). Menurut dia kucuran anggaran ke dua provinsi belum tepat sasaran sehingga masih terjadi ketimpangan atau gini ratio masih tinggi.

“Kita memang akan melakukan refocusing anggaran untuk Papua. Hasil Studi kami bahwa program-program serta proyek-proyek disana selama ini masih terkonsentrasi di beberapa daerah. Makanya kita perluas refocusing anggaran,” kata Sofyan.

Sofyan mengatakan sudah koordinasi dengan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan untuk merancang program pendekatan baru agar dana pembangunan tepat sasaran.

“Setelah kita melakukan review, ternyata banyak sekali program Papua yang tidak tepat sasaran. Penyebabnya adalah pendekatan yang sangat sektoral. Sebagai contoh, di Yahukimo ada waduk, saluran irigasi primer dan sekunder, tetapi sawah hanya 10 ha, dan masyarakat Yahukimo tidak terbiasa bersawah. Ini contohnya perencanaan yang selama ini tidak terintegrasi. Untuk itu, kita akan melakukan re-focusing supaya dana Kementerian yang ada di Papua terintegrasi,” katanya.

Badan Pusat Statistik mencatat ada empat daerah yang mengalami angka ketimpangan tertinggi. Yakni di Papua Barat, Jawa Barat, Yogyakarta dan DKI Jakarta.

Kepala BPS Suryamin menjelaskan di Papua Barat gini rasio tercatat sebesar 0,43 poin. Papua Barat mengalami angka ketimpangan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya.

“Ini terlihat sekali karena penduduknya yang tidak banyak, jadi perbedaannya langsung jelas terlihat antara si kaya dan si miskin,” kata Suryamin, Senin (18/4/2016).

Provinsi kedua adalah Jawa Barat dengan angka ketimpangan sebesar 0,43 poin. Ia menjelaskan tingginya gini ratio disebabkan banyaknya jumlah penduduk yang datang setiap tahunnya. Hal ini berdampak pada banyaknya penduduk yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan.

“Jawa Barat, penduduknya heterogen serta pendatang banyak. Ada yang berada di daerah kumuh, daerah belum tergali. Seperti Jawa Barat bagian selatan, seharusnya bisa tergali dari pertanian," kata dia.

Ketiga adalah Yogyakarta dengan angka ketimpangan 0,42 poin. Ia menjelaskan tingginya gini ratio ini disebabkan masih rendahnya konsumsi masyarakat bawah apabila dibandingkan dengan konsumsi masyarakat menengah ke atas.

“Keempat adalah DKI Jakarta 0,42. Ini hampir sama kasusnya yang dialami Jawa Barat. Tapi khususnya pengeluaran DKI bisa dipahami kalau angkanya di atas nasional. Karena di nasional ada sektor pertanian, di DKI kan enggak ada pertaniannya. Jadi ada gab antara si kaya dan si miskin,” kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI