Rupiah Menguat, Ekspor Ikut Tinggi

Jum'at, 15 April 2016 | 12:46 WIB
Rupiah Menguat, Ekspor Ikut Tinggi
Gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (24/8). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa bulan terakhir mengalami penguatan yang cukup signifikan.

BPS pun memprediksi menguatnya nilai tukar rupiah ini akan membuat harga barang-barang ekspor Indonesia akan rendah dan tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain.

Namun, anehnya, berdasarkan realiasaiya, justru nilai ekspor mengalami peningkatan selama tiga bulan terakhir ditengah penguatan nilai tukar rupiah.

"Biasanya kan pengusaha kalau rupiah melemah akan terjadi peningkatan ekspor, tapi saat ini kebalikannya. Di bulan Maret 2016 BPS mencatat nilai ekspor mencapai 11,79 miliar dolar atau sebesar 4,25 persen," kata Suryamin saat menggelar konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (15/4/2016).

BPS memprediksi kondisi ini lantaran sudah ada perbaikan perekonomian global dimana mulai adanya peningkatan harga komoditas. Selain itu, negara-negara seperti India dan Cina juga tengah membutuhkan komoditas asal Indonesia seperti CPO yang berdampak pada kenaikan harga komoditas.

"Dugaan kami memang ada permintaan orang luar saja yang mengalami peningkatan," katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi Barang danJasa BPS Sasmito Hadi Wibowo yang mengatakan ada peningkatan ekspor dari India dan Cina yang diperkirakan negara-negara tersebut sudah kehabisan komoditas dari Indonesia. Sehingga, hal ini berdampak pada bertambahnya nilai ekspor terutama pada sektor non migas.

"Jadi ini memang karena orang lain itu butuh karena tidak banyak yang punya komoditas seperti IndonesiaMemang harga CPO dan batu bara Maret ini naik ya. Dan India, Ciina permintaannya juga meningkat. Untuk batu bara peningkatan ekspor kita pada Februari lalu mencapai 4 juta ton dari 34 juta ton menjadi 38 juta ton," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI