Suara.com - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengaku heran dengan pernyataan pemerintah terkait adanya target penerimaan negara dari tax amnesty dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 sebesar Rp60 triliun. Padahal, Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty masih banyak kekurangan dan belum disahkan oleh DPR.
“Itu kan belum ada pengesahan dari DPR, ini (tax amnesty) belum mendesak untuk diberlakukan, dan nggak aplikatif. Nggak bisa juga menutup defisit di APBN, yang ada nanti justru mengganggu jalannya APBN,” kata Sekertaris Jenderal Yenny Sucipto di kantor FITRA, Kamis (14/4/2016).
Yenny pun mengingatkan kepada pemerintah, jangan terburu-buru menerapkan tax amnesty lantaran ada kebocoran data skandal Panama Papers tersebut. Justru, menurutnya, kemunculan Panama Papers ini pemerintah harus menunda penerapan tax amnesty tersebut.
“Tax amnesty ini bukan hal yang mendesak lantaran ada vitamin dari Panama Papers langsung mau diterapkan. Justru muncul dokumen itu, berarti pemerintah harus memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia. Terus konsentrasi pemerintah arus ke penarikan pajak yang prioritas. Tax amnesty justru ditunda dulu,” katanya.
Ia pun menilai, dengan diberlakukannya tax amnesty saat ini justru hanya memberikan ‘karpet merah’ kepada para pengemplang pajak. Karena itu, ketika pengemplang pajak dapat diampuni segala sanksi yang mengikutinya, maka hal tersebut mengesampingkan asas keadilan.
Dalam UU tersebut disebutkan, asal seorang atau badan usaha mengajukan pengampunan, maka akan dilakukan proses pengampunan tanpa melihat asal-usul harta. “Tidak disaring (asal-usul harta), sehingga RUU ini berpotensi menarik banyak uang haram dalam APBN dan perekonomian Indonesia,” katanya.