Suara.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mengkritik sikap pemerintah yang ngotot agar pengesahan RUU Pengampunan Pajak bisa disahkan pada tahun ini. Pasalnya ia melihat pangkal persoalan kegagalan pemerintah mencapai target pajak lebih disebabkan lembeknya penegakan hukum perpajakan yang berkeadilan.
"Selama ini penerimaan pajak kita lebih banyak mengandalkan kepatuhan dari wajib pajak (WP) dari masyarakat menengah kebawah. Jadi penegakan hukum pajak kita memang belum berkeadilan," kata Yenny saat dihubungi Suara.com, Rabu (13/4/2016).
Disisi lain, ia melihat sistem administrasi perpajakan di Indonesia masih konvensional. Akibatnya begitu banyak WP besar dari kalangan masyarakat menengah atas maupun korporasi yang selama bertahun-tahun seperti tidak tersentuh oleh aparat perpajakan. "Seharusnya ini prioritas untuk dibenahi, jangan ngotot untuk buru-buru mengesahkan RUU Tax Amnesty," ujar Yenny.
Ia menyebut setiap tahun, jumlah royalti yang tidak dibayarkan oleh para pengusaha mencapai Rp130 triliun hingga Rp150 triliun. Selain itu, ada Rp150 triliun hingga Rp200 triliun potensi pajak yang hilang karena tidak dibayarkan oleh kalangan korporasi di Indonesia.
Yenny mengaku ragu jika kebijakan pemerintah untuk memberlakukan pengampunan pajak akan bisa mengembalikan semua potensi pajak nasional yang selama ini hilang. Tanpa ada pembenahan administrasi perpajakan serta penegakan hukum pajak yang keras dan tegas, UU Pengampunan Pajak hanya akan bisa menambah potensi pajak antara Rp60 triliun hingga Rp80 triliun. "Sangat kecil mengingat diperkirakan ada ribuan triliun dana milik orang Indonesia yang ada di luar negeri," jelas Yenny.
Sebelumnya pemerintah mengakui ada 6000 orang Indonesia yang memiliki rekening fantastis di luar negeri. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperkirakan ada Rp11.500 triliun dana milik WNI yang ada diluar negeri. Ini masih ditambah pengakuan Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro bahwa selama 10 tahun terakhir, ada 2000 perusahaan asing di Indonesia yang tak mau membayar pajak dengan alasan mengalami kerugian.