Suara.com - PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk mengatakan insentif terbaru yang tengah difinalisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan mengurangi besaran modal inti untuk pendirian kantor cabang, bisa menambah pasokan likuiditas perseroan sehingga penyaluran kredit bisa lebih ekspansif.
"Besaran syaratnya kan kita belum tahu. Namu, dampaknya akan lebih mendorong untuk pembukaan cabang dan ekspansi kredit," kata Direktur PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) Imam Budi Sarjito setelah paparan kinerja triwulan I di Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP tanggal 8 Maret 2013 tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti, nilai alokasi modal inti bank dihitung berdasarkan besaran investasi pembukaan jaringan kantor, dan nilai koefisien inti zona pembukaan kantor yang ditetapkan Bank Indonesia.
OJK berencana mengurangi syarat alokasi modal inti hingga 40-50 persen.
Menurut Imam, dengan pengurangan syarat besaran modal inti tersebut, perbankan bisa mengkonversikan sisa modal tersebut menjadi kredit yang disalurkan ke masyarakat.
Jika likuiditas bertambah dan semakin longgar, ujar Iman, perseroan memiliki ruang lebih untuk menurunkan suku bunga kredit.
Terlebih, sebelumnya, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dan Giro Wajib Mininum Primer telah diturunkan, sehingga diperkirakan permintaan kredit dan likuiditas terhadap perseroan akan meningkat pada triwulan II 2016.
"Kita masih menunggu rincian insentif dari OJK ini. Yang jelas arahnya sama kita berusaha semampu kita untuk bisa turunkan suku bunga kredit," ujarnya.
BNI menargetkan pertumbuhan kredit mencapai 12-14 persen pada 2016. Di triwulan I 2016, kredit BNI secara tahunan tumbuh 21,2 persen menjadi Rp326,74 triliun.
Adapun insentif dari OJK tersebut diberikan dengan acuan penurunan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Marjin Bunga Bersih (Net Interest Margin/NIM).
Saat ini, menurut Iman, BNI terus mendorong penurunan biaya operasional dan juga membuat NIM semakin efisien, meskipun pada triwulan I, beban operasional naik 16,3 persen menjadi Rp4,2 triliun. Sedangkan NIM masih tercatat di atas 6 yakni 6,1 persen. (Antara)