Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana akan memperluas pungutan cukai untuk beberapa produk di Indonesia. Pasalnya, hingga saat ini Indonesia baru memiliki tiga objek pungutan cukai.
Menurut Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Nasrudin Joko Suryono, objek pungutan cukai di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN yang telah menerapkan cukai disemua produknya.
"Kita ini pungutan cukai baru produk hasil tembakau (rokok, cerutu, dan lainnya), etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol atau minuman keras. Kita ini paling sedikit di ASEAN," kata Suryono dalam diskusi di Jakarta, Selasa (12/4/2016).
Ia mencontohkan seperti Thailand, yang hampir mengenakan pungutan cukai disemua produk yang ada di Thailand. Padahal, menurutnya Thailand sangat bergantung pada wisatawan tapi tetap berani memungut cukai.
"Mulai dari bensin, mobil, sampai minuman alkohol kena cukai. Padahal kan dia bergantung sama wisatawan.," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengaku Kemenkeu saat ini tengah melakukan kajian terkait penerapan pungutan cukai tersebut, terutama pungutan cukai untuk kemasan plastik dalam bentuk botol minuman. Tujuannya untuk mengurangi konsumsi terhadap produk tersebut dan menjaga lingkungan.
"Makanya kita dorong ini segera diterapkan. Agar penerimaan negara tidak defisit. Selain itu ini juga menyangkut soal kelestarian lingkungan kan," katanya.
Harus diakui, realisasi penerimaan bea dan cukai Indonesia sepanjang Kuartal I 2016 justru anjlok 48 persen dibanding Kuartal I 2016. Data Kementerian Keuangan per Maret 2016 menyebutkan realisasi penerimaan bea dan cukai sepanjang Kuartal I 2016 hanyalah Rp16,7 triliun. Jumlah tersebut turun jauh dibanding Kuartal I 2015 yang mencapai Rp32,5 triliun.
Sementara tahun ini dalam APBN 2016, pemerintah menargetkan penerimaan bea cukai sebesar Rp186,5 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari penerimaan cukai Rp146,4 triliun, penerimaan bea masuk Rp37,2 triliun dan penerimaan bea keluar Rp2,9 triliun.