Persentase Pekerja Industri Jasa di Indonesia Masih Kecil

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 12 April 2016 | 17:17 WIB
Persentase Pekerja Industri Jasa di Indonesia Masih Kecil
Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Gedung The Plaza, Jakarta, Selasa (8/3/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dengan adanya kelesuan ekonomi global, maka berbagai negara mencari sumber pertumbuhan ekonomi yang baru. Salah satu sumber yang diharapkan adalah sektor jasa. Di Indonesia, proporsi sektor jasa dalam GDP meningkat dari 45 persen di 2010 menjadi 56 persen di 2014.

Selain itu, antara tahun 1984 dan 2008, penelitian mengindikasikan bahwa 80 persen dari orang miskin di pedesaan dan 86 persen orang miskin di perkotaan dapat keluar dari status miskin karena pekerjaan atau pendapatan yang diperoleh dari sektor jasa.

Sektor jasa juga merupakan sumber pekerjaan yang penting bagi perempuan. Pada tahun 1986, 35 persen pekerja sektor jasa adalah perempuan; pada tahun 2013, lebih dari setengah (52 persen) adalah perempuan. “Terutama bagi Indonesia yang baru saja menikmati ‘natural resources boom’, sektor jasa memiliki potensi besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan,” kata Profesor Mari Elka Pangestu, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia dalam keterangan resmi, Selasa (12/4/2016).

Namun demikian, walapun ada tren meningkat di Indonesia namun secara rata-rata prestasi sektor jasa di Indonesia masih tertinggal dibandingkan rata-rata negara-negara lain di ASEAN.  Jumlah orang yang berkerja di sektor jasa di Indonesia juga proporsinya relatif rendah dibandingkan negara-negara ASEAN; rata-rata di tahun 2010-13 sekitar 43 persen. “ ujar wanita yang juga Anggota Board of Directors, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia tersebut.

Ada berbagai hal menarik lainnya tentang sektor jasa, antara lain, berkembangnya sektor ini cukup bergantung pada keputusan rumah tangga, perusahaan maupun institusi lainnya untuk melakukan ‘outsourcing’, yaitu membayar pihak lain untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang sebelumnya dilakukan sendiri. Pada tingkat rumah tangga, misalnya, tidak memasak sendiri namun membeli makanan di restoran. “Pada tingkat perusahaan, mengkontrak antar-jemput barang kepada pihak lain (sementara sebelumnya dilakukan dengan memiliki armada alat angkut dan pengemudi sendiri),” kata Christopher Findlay, Executive Dean pada Faculty of the Professions, The University of Adelaide dalam kesempatan yang sama.

Kedua, dua pertiga orang yang bekerja di sektor jasa, bekerja secara informal. Artinya, mereka tidak menikmati kepastian kerja serta fasilitas kesehatan dan lainnya yang umumnya tersedia bagi pekerja formal.

Ketiga, perdagangan dalam sektor jasa merupakan dimensi yang menarik. Indonesia mengalami defisit dalam hal ini, dan tingkat transaksinya sebagai proporsi dari GDP rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya (Peraga 3). “Artinya, Indonesia relatif tertutup bagi perdagangan internasional di sektor ini,” jelas Christopher.

Acara International Service Summit yang digelar hari ini di Jakarta, Selasa (12/4/2016) merupakan yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia. Summit telah dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Indonesia, Bapak Darmin Nasution, PhD dan Menteri Perhubungan Indonesia Bapak Ignasius Jonan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI