Suara.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong pemerintah baik pusat dan daerah termasuk Pemda Kalimantan Barat tidak mengeluarkan regulasi yang menimbulkan praktik kartel.
"Berdasarkan hasil advokasi yang kita lakukan selama ini, justru ada kebijakan yang memfasilitasi kartel tersebut atau banyak juga kebijakan yang mendistrosi pasar. Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi pasokan dan kompetisi," kata Komisioner KPPU, Saidah di Pontianak, Senin (11/4/2016).
Berdasarkan hukum anti monopoli, lanjutnya, kartel dilarang dihampir semua negara. Namun dari regulasi yang dikeluarkan pihaknya, pemerintah justru ada yang mendudukung keberadaan kartel tersebut.
"Jika demikian akan berdampak pada nasib daya saing daerah. Ini tentu sangat merugikan," tuturnya.
Ditambahkanya dengan hasil advokasi yang ada sehingga pihaknya gencar mensosialisaikan tentang persaingan usaha dan praktek monopoli yang tidak dibenarkan.
Harapannya, menurut Saidah, dengan intensifnya sosialisasi, mereka ingin mendampingi pemerintah daerah Kabupaten Kota supaya bisa mempersiapkan lingkungan investasi yang baik dengan membuat regulasi yang memfasilitasi persaingan usaha yang sehat di lingkungan dan sektornya masing-masing.
Dituturkanya, secara paradigmatis Undang-undang Persaingan Usaha sudah ada dan bisa dilihat bagaimana bekerjanya untuk ekonomi nasional maupun daerah.
Pihaknya sebagai pedamping terus memperkenalkan bahwa KPPU mempunyai instrumen yang namanya "competition cheklist". Di mana dengan adanya hal tersebut pemda bisa tahu apa saja yang tidak boleh digunakan.
"Kami juga sering sampaikan ke Pemda jaga regulasi untuk menjaga pasar," katanya.
Dipaparkanya bahwa di lapangan ada regulasi yang memberi pelaku usaha baru dan kemudian ada juga regulasi yang membatasi baik itu geografis bahkan promosi.
Dengan demikian ia juga meminta supaya regulator dalam membuat kebijakan bisa menata industri dan pelaku usaha agar bisa bersaing dengan sehat.
Jika bisa bersaing dengan sehat menurutnya, otomatis akan ada lingkungan investasi yang baik, dan jika ada lingkungan tersebut artinya ada daya saing daerah.
Disebutkannya, daya saing daerah akan muncul kompetetif, yang kemudian golnya dari semua itu adalah kesejahteraan masyarakat.
"Kita berharap pelaku usaha di wilayah Kalbar bisa kita advokasi karena kita ingin menjadi bagian dari pencegahan. Jangan sampai kita yang menindak pelaku usaha atau kartel, namun kartelnya malah di fasilitasi oleh regulasi," kata Saidah.
Contohnya, kalau di tingkat nasional itu seperti kartel soal perunggasan yang mana ada kesepakatan pelaku perunggasan dua belas pelaku usaha yang menstokan dini sebesar enam juta stok, itulah yang di fasilitasi oleh regulasi.
"Maksud kita hal itu jangan sampai terjadi," katanya.
Menurutnya, dalam mandat UU, KPPU harus melakukan advokasi kebijakan. Untuk advokasi sudah banyak hal dilakukan dan untuk saat ini dalam hal pangan.
Selain itu disampaikanya pihaknya juga sudah melakukan MoU dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena mereka mempunyai tupoksi untuk melakukan evaluasi dan klarifikasi Perda, bahkan competition ceklis merupakan bagian dari instrumen mereka.
Saidah juga menyinggung bahwa sektor perunggasan juga penting untuk di sorot di Kalbar.
"Kita lakukan pengawasan betul di Pontianak ini, untuk mengawasi dana dan menghindari kecurangan dari pengusaha, perilaku-perilaku itu (predator perunggasan). Apalagi sampai saat ini terhitung jutaan ternak yang di eksploitasi, bahkan kapitalisasi unggas per tahunnya mencapai triliunan rupiah yang hanya digawangi dua perusahaan besar, artinya ada monopoli," katanya. (Antara)