Suara.com - Skandal kebocoran "Panama Papers" yang mengindikasikan penghindaran dan dugaan penggelapan pajak dilakukan secara luas oleh para elit di seluruh dunia. Bocornya dokumen ini telah mengguncang dunia dalam beberapa hari terakhir ini.
Di kawasan ASEAN, banyak nama-nama besar para tokoh politik dan bisnis di Malaysia, Kamboja, Thailand dan Indonesia yang ikut terseret.
Ada 11 juta dokumen rahasia dari firma hukum Panama Mossack Fonseca, yang tersebar ke publik pada hari Minggu (3/4/2016). Dokumen tersebut mengungkapkan dugaan penyalahgunaan pajak yang dilarikan ke luar negeri oleh para pemimpin politik dan ekonomi. Beberapa nama penting mulai dari Menteri Kehakiman Kamboja dan putra Perdana Menteri Malaysia. Di Indonesia, tidak kurang Menteri, politisi, dan banyak pengusaha serta keluarganya juga ikut masuk daftar.
ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) mendesak pemerintah di kawasan ASEAN untuk menindak lanjuti informasi ini dan terutama yg terkait dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan-perusahaan skala besar sekaligus memperbaiki rezim pajak secara lebih adil. Negara-negara ASEAN juga perlu merombak kebijakan ekonomi yang lebih melindungi warga miskin dan terpinggirkan dan memprioritaskan kepentingan publik (bukan individu-individu pengusaha).
"Penggelapan pajak yang dilarikan ke luar negeri harus dihentikan. perusahaan multinasional dan individu yang menghindari pajak harus diperkarakan di negara masing-masing, "kata Ketua APHR Charles Santiago, anggota parlemen dari Malaysia dalam keterangan resmi, Kamis (7/4/2016). "Berbagai perantara, terutama lembaga-lembaga institusi keuangan, harus diinvestigasi dan dapat dituntut."
"Korupsi mengikis misi inti hukum dan demokrasi yi terbukti melemahkan usaha untuk mengamankan keadilan dan hak asasi manusia. Menanggulangi jenis korupsi yang tersebar luas ini sejalan dengan mempromosikan komunitas regional dan global yang lebih adil dan merata, "tambah Santiago.
Kebocoran mengungkapkan sejauh mana para elit politik dan ekonomi, termasuk tokoh-tokoh terkemuka di Asia Tenggara, telah menyalahgunakan aturan yang mengatur tentang bebas pajak luar negeri (offshore tax haven), yang sering merugikan individu dan masyarakat yang seharusnya mereka layani di negara masing-masing. APHR mengingatkan bahwa kebocoran ini memberikan bukti lebih lanjut adanya kebutuhan ASEAN untuk mengambil tindakan untuk mempromosikan akuntabilitas regional dan memastikan bahwa masyarakat terlindungi dari perilaku mementingkan diri sendiri yang dilakukan oleh para elitnya.
"Kita perlu memiliki konsep jelas dan lebih luas tentang keadilan pajak regional. Kita perlu fokus untuk menciptakan komunitas ASEAN yang bekerja untuk memerangi, bukan memfasilitasi, jenis perilaku yang tidak bermoral seperti yang terungkap dari kebocoran informasi tersebut, "kata Santiago.
APHR nenganggap isu ini lebih dari isu penghindaran atau dugaan penggelapan pajak. Kebocoran ini menggambarkan jenis komunitas regional dan global yang saat ini dihadapi. Sejalan dengan proses integrasi ASEAN yang sedang berlangsung, pengamanan harus terus diberikan untuk memastikan bahwa manfaat dapat secara luas dirasakan dan para elit tidak dapat menyalahgunakan sistem untuk keuntungan pribadi mereka sendiri.
Eva Kusuma Sundari, Wakil Ketua APHR menyatakan bahwa usulan APHR tersebut valid untuk direspon Indonesia. Ia mengingatkan bahwa dalam perpajakan Indonesia menganut prinsip World Wide Income, yaitu dari mana saja sumber penghasilannya sepanjang dia terdaftar sebagai WP Indonesia, dia harus bayar pajaknya di Indonesia. "Kebocoran ini juga momentum untuk memperkuat sinergitas DJP dengan perbankan, perizinan usaha maupun OJK demi membantu memperkuat kelembagaan DJP demi mencapai tuntutan target perolehan pajak untuk sumber pendanaan pembangunan," kata Eva yang juga menjadi anggota Komisi XI DPR RI dalam kesempatan yang sama.