Suara.com - Ambisi rezim pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menggenjot penerimaan negara baik melalui pajak ataupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tampaknya semakin berat tercapai. Pasalnya, realisasi penerimaan bea dan cukai Indonesia sepanjang Kuartal I 2016 justru anjlok 48 persen dibanding Kuartal I 2016.
Data Kementerian Keuangan per Maret 2016, realisasi penerimaan bea dan cukai sepanjang Kuartal I 2016 hanyalah Rp16,7 triliun. Jumlah tersebut turun jauh dibanding Kuartal I 2015 yang mencapai Rp32,5 triliun.
Ambruknya penerimaan bea cukai tak lepas dari terpuruknya penerimaan cukai, meskipun masih diikuti kenaikan penerimaan bea masuk. Penerimaan cukai Indonesia sampai Maret 2016 mencapai Rp7,9 triliun. Jumlah ini turun 67,3 persen dibanding Kuartal I 2015!
Disisi lain penerimaan bea masuk Indonesia mencapai Rp8,3 triliun. Jumlah ini meningkat 10,3 persen dibanding Kuartal I 2015 yang mencapai Rp7,5 triliun.
Dengan demikian, realisasi penerimaan bea dan cukai nasional di Kuartal I 2016 baru mencapai 8,9 persen dari target yang tercantum dalam APBN 2016 sebesar Rp186,5 triliun. Capaian ini lebih rendah dibanding Kuartal I 2015 yang mencatatkan 16,7 persen dari target APBN 2015 yang sebesar Rp195,0 triliun.
Ketua HIPMI Tax Center Ajib Hamdani mengakui keterpurukan penerimaan bea dan cukai nasional tak lepas dari kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Ketika ekonomi lesu, dunia usaha maupun konsumsi masyarakat akan produk barang juga menurun.
"Padahal penerimaan cukai itu tergantung seberapa besar produk barang yang dikenai cukai laku terserap pasar. Ketika ekonomi lesu dan daya beli masyarakat turun, maka jumlah penerimaan cukai kita juga ikut terpuruk," kata Ajib saat dihubungi Suara.com, Rabu (6/4/2016).
Namun Ajib menegaskan sampai akhir tahun ini ada peluang penerimaan bea dan cukai nasional meningkat. "Ini seiring perbaikan realisasi pertumbuhan ekonomi kita," tutup Ajib.