Suara.com - Pengamat perpajakan Ronny Bako menilai penggunaan data yang tertuang dalam dokumen Panama Papers harus dilakukan dengan hati-hati. Sebab penegakan hukum pajak juga harus memenuhi berbagai tahapan yang sesuai dengan prosedur hukum yang benar.
"Sebetulnya Indonesia sudah bisa mengandalkan Bank Indonesia (BI) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Apalagi PPATK punya forum lembaga sejenis di seluruh dunia. Mereka sudah memiliki sarana untuk memaksimalkan pengecekan data keuangan warga negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri," kata Ronny saat dihubungi oleh Suara.com, Rabu (6/4/2016).
Mengenai penggunaan data Panama Papers, ia mengingatkan pemerintah harus berhati-hati. Sebab data itu bukanlah data resmi oleh otoritas pajak dari negara manapun. "Melainkan itu hasil investigasi oleh banyak wartawan dari seluruh dunia," ujar dosen Universitas Pelita Harapan tersebut.
Selain soal validitasnya masih harus diuji oleh pemerintah, proses memperoleh data tersebut juga harus dicek apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak. "Jadi keabsahan hukum dari data tersebut juga harus dipastikan oleh pemerintah," tutup Ronny.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari terakhi ini publik diseluruh dunia dikejutkan oleh kemunculan data dokumen Panama Papers. Isi dokumen adalah data mengenai transaksi keuangan para miliarder dan orang terkenal di luar negeri.
Dokumen Panama Papers adalah hasil investigasi sejumlah wartawan yang tergabung dalam "International Consortium of Investigative Journalists" (ICIJ). Ini merupakan sebuah kelompok wartawan investigasi dengan keanggotaan lebih dari 100 media partner seluruh dunia.
Data Panama Papers meliputi transaksi rahasia keuangan para pimpinan politik dunia, skandal global, dan data detil mengenai perjanjian keuangan tersembunyi oleh para pengemplang dana, pengedar obat-obatan terlarang, miliarder, selebriti, bintang olahraga, dan lainnya.
Bocornya data ini merupakan yang terbesar dalam sejarah dunia. Sebab, data tersebut meliputi data selama 40 tahun dari sebuah perusahaan firma hukum yang namanya tak banyak dikenal namun sangat berkuasa di Panama.Perusahaan itu bernama Mossack Fonseca. Mossack memiliki kantor cabang di lebih dari 35 lokasi di seluruh dunia. Firma Mossack Fonseca sendiri mengklaim mereka telah beroperasi selama 40 tahun dan tidak pernah sekali pun melanggar hukum.
Dokumen Panama Papers menyentil sejumlah nama besar di Indonesia. Ada 800 pengusaha Indonesia masuk dalam daftar klien Mossack Fonseca. Mereka diduga mendirikan perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vihicle (SPV) di negara yang terkenal sebagai surga pajak (tax heave). Berbagai nama yang muncul adalah James Riyadi selaku pemilik Lippo Group, dua pemilik Group Saratoga yakni Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya. Masih ada Direktur PT Indofood Sukses Makmur Franky Welirang.