Indonesia Property Watch (IPW) menyatakan beberapa permasalahan yang kerap ditemui dalam bidang properti, antara lain masih banyaknya kasus konsumen yang dirugikan karena pengembang properti ternyata belum mengantongi izin pembangunan.
"Konsumen seringkali tidak jeli atau memang tidak mengetahui perizinan pembangunan apa saja yang harus dilengkapi oleh pengembang. Konsumen sering tergiur harga murah dan terus membayar cicilan namun belum ada pengikatan antara konsumen dan pengembang," kata Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Menurut dia, banyak proyek properti yang dijual secara "pre-sale" atau hanya gambar yang ternyata belum mengantongi izin pembangunan sedangkan uang cicilan konsumen sudah masuk ke kantong pengembang.
Dengan demikian, lanjutnya, maka posisi konsumen menjadi lemah ketika ternyata memang proyek tersebut tidak jadi dibangun.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan tim investigasi Indonesia Property Watch terdapat salah satu pengembang apartemen di wilayah Depok yang bahkan sejak 2013 telah memasarkan proyek dan sudah menerima cicilan dari konsumen, ternyata baru tahun 2016 memperoleh IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
"Artinya selama tiga tahun konsumen ditipu dan tidak ada ikatan dalam bentuk apapun termasuk PPJB. Lebih ironis lagi kasus yang menimpa konsumen kondotel di Yogyakarta yang ditinggal kabur pengembangnya," katanya.
Ia berpendapat hal seperti itu dapat terjadi karena sejak dulu, pemerintah tidak tanggap untuk menyelesaikannya bahkan tidak ada langkah-langkah preventif. Sedangkan yang banyak terjadi, ujar dia, adalah ketika bangunan disegel atau pengembang telah hilang baru kemudian kasus ini terkuak.
"Kondisi ini sangat merugikan konsumen, apalagi mereka tidak ada tempat untuk mengadu. Indonesia Property Watch juga mengharapkan adanya tindakan dari REI (Real Estat Indonesia) bila ternyata memang pengembang yang bersangkutan merupakan anggota REI," paparnya.
Sebelumnya, IPW menyatakan kasus suap terkait reklamasi pantai yang menguak setelah operasi tangkap tangan KPK, merupakan hal yang memalukan dan seharusnya pengembang properti jangan dijadikan "sapi perahan" politisi.
"Kasus suap reklamasi pantai yang merebak saat ini tidak terlepas dari oknum yang sengaja memperkeruh dalam tarik-menarik kepentingan," kata Ali Tranghanda.
Dia mengatakan kepentingan golongan sering menjadi landasan dalam pengambilan sebuah keputusan yang bahkan sangat strategis bagi kemajuan negara. Menurutnya, pihak DPRD yang seharusnya menjadi mitra dalam membangun negara untuk lebih baik, menjadikan pengembang sebagai "sapi perahan" oleh politisi busuk untuk mencoba peluang sebagai proyek basah dana bancakan.
Para pelaku bisnis, lanjutnya, menjadi dilema ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa berbisnis di Indonesia tidak terlepas dari uang-uang siluman dan suap. (Antara)
Beli Rumah, Jangan Terpaku Pada Harga Murah
Esti Utami Suara.Com
Selasa, 05 April 2016 | 17:19 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Fahri Hamzah Sebut Prabowo Hadapi Jalan Terjal di Proyek 3 Juta Rumah
11 Desember 2024 | 14:46 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Bisnis | 08:17 WIB
Bisnis | 08:05 WIB
Bisnis | 08:00 WIB
Bisnis | 07:59 WIB
Bisnis | 06:48 WIB
Bisnis | 05:55 WIB
Bisnis | 05:46 WIB
Bisnis | 18:23 WIB