Suara.com - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Syaikhul Islam mengingatkan bahwa skema pembangunan kilang darat (onshore) dalam pengelolaan Blok Masela tidak serta merta membuat daerah Maluku berkembang pesat. Perlu diikuti kebijakan yang terintegrasi supaya sumber daya alam (SDA) gas yang melimpah bisa menstimulus perkembangan ekonomi dan industri di Provinsi Maluku dan sekitarnya.
"Memang tidak bisa otomatis seperti sulap. Perlu diikuti proses yang panjang supaya Blok Masela bisa memajukan daerah Maluku," kata Syaikhul saat dihubungi Suara.com, Jumat (1/4/2016).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menegaskan bahwa upaya ini jelas tak bisa hanya mengandalkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Perlu ada koordinasi dari Kementeriaan Koordinator Perekonomian untuk membuat konsep pengembangan industri turunan dengan adanya pengembangan kilang gas Blok Masela. "Tentu saja harus melibatkan banyak lintas Kementerian," ujar Syaikhul.
Ia mengingatkan peristiwa seperti kilang gas Arun di Aceh tidak terulang. Walaupun kilang gas Arun dikembangkan dengan skema onshore, nyatanya tidak membawah perubahan siginifikan bagi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dalam hal ekonomi dan industri. "Itu jangan sampai terjadi di Blok Masela. Potensi disana besar untuk menggerakkan sektor rill di Maluku," tutup Syaikhul.
Proyek pembangunan kilang darat di Blok Masela diperkirakan membutuhkan luas lahan 600-800 hektare. Wilayah yang potensial dijadikan lokasi pembangunan kilang gas adalah Pulau Selaru yang terletak di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Proyek pembangunan kilang gas ini diperkirakan menyerap 7000 orang dimana 2000 orang diantaranya harus menetap.
Proyek ini membutuhkan panjang pipa 90 km dengan investasi 1,2 miliar Dolar Amerika Serikat (AS). Kilang LNG yang akan dibangun di Blok Masela diperkirakan memiliki kapasitas produksi 7,5 juta ton per tahun dengan total biaya investasi sebesa 9,9 miliar Dolar AS.