AKKI Akui Transaksi Kartu Kredit Diperkirakan Turun

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 01 April 2016 | 14:53 WIB
AKKI Akui Transaksi Kartu Kredit Diperkirakan Turun
Ilustrasi kartu kredit (Shuttertstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mengakui ada kekhawatiran turunnya jumlah transaksi kartu kredit akibat kebijakan baru Menteri Keuangan yang mewajibkan pelaporan data transaksi kartu kredit. Namun kekhawatiran tersebut baru berupa asumsi yang belum tentu terbukti kebenarannya.

"Kami para anggota AKKI tentu akan mematuhi aturan yang sudah dikeluarkan pemerintah tersebut. Cuma bagaimana dampaknya bagi bisnis kartu kredit, kami masih harus menunggu penjelasan teknisnya dari pemerintah terlebih dahulu," kata General Manager AKKI Steve Marta saat dihubungi Suara.com, Jumat (1/4/2016).

Steve mengakui memang ada kekhawatiran di pihaknya mengenai kemungkinan penurunan jumlah transaksi menggunakan kartu kredit. Bukan tidak mungkin sebagian nasabah enggan sering bertransaksi dengan kartu kredit lagi karena takut profil pajaknya ketahuan oleh pemerintah. "Tapi itu baru asumsi yang belum terbukti benar nantinya," ujar Steve.

Ia optimis sebagian besar nasabah kartu kredit tak akan mengalami persoalan. Sebab para  nasabah, terutama yang berstatus sebagai karyawan tentu sudah rutin membayar pajak karena dibayarkan oleh perusahaannya melalui pemotongan terhadap penghasilan setiap bulan. "Mengenai dampaknya pasti ada. Cuma seberapa besar, masih sulit diperkirakan sekarang," tutup Steve.

Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro telah meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Perpajakan serta Tata Cara Penyampaian. Melalui aturan tersebut,  Kementerian Keuangan (Kemkeu) mewajibkan 23 bank dan lembaga keuangan penerbit kartu kredit untuk melaporkan data pemilik kartu kredit. Aturan ini ditandatangani Menkeu Bambang pada 22 Maret 2016. 

Data yang dilaporkan minimal nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID dan nama merchant, nama dan alamat pemilik kartu, NIK/nomor paspor, nomor pokok wajib pajak (NPWP), bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian dan nilai transaksi, juga pagu kredit.

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa institusi penyelenggara kartu kredit yang wajib melaporkan data adalah Pan Indonesia Bank (Panin Bank), Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin , Bank Central Asia (BCA), Bank CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia,  Bank MNC Internasional, Bank ICBC Indonesia. Selain itu terdapat juga Bank Maybank Indonesia, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Negara Indonesia 1946 (BNI), Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah), Bank OCBC NISP, Bank Permata, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Sinarrnas, Bank UOB Indonesia, Standard Chartered Bank, The Hongkong & Shanghai Banking Corp, Bank QNB Indonesia, Citibank N.A, dan AEON Credit Services.

Para penyelenggara kartu kredit tersebut kini diwajibkan melaporkan data dari billing statement secara bulanan. Pelaporan pertama kali dilakukan paling lambat 31 Mei 2016.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI