Suara.com - Satu hal yang tidak asing lagi di Indonesia, ketika harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami penurunan. Tetapi tidak diikuti dengan penurunan harga barang khususnya pada harga kebutuhan bahan pokok.
Sebaliknya, jika harga BBM mengalami menaikan sontak membuat harga barang mengalami kenaikan signifikan.
Menanggapi fenomena tersebut, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, fenomena yang kerap kali terjadi di Indonesia ini diibaratkan sebagai penyakit yang penyakit klasik yang sulit sekali untuk disembuhkan. Bila tidak segera diatasi, maka penyakit tersebut akan terus menusuk ke akar.
"Ini memang pekerjaan rumah yang sangat luar biasa. Jadi harus segera di atasi, tapi tidak hanya pemerintah tapi semua pihak harus bersatu untuk mengatasi fenomena ini," kata Sasmito saat ditemui di kantornya, Jumat (1/4/2016).
Menurutnya, hal ini lantaran ada distribusi yang tidak lancar. Sehingga BBM selalu menjadi tameng bagi oada pedangang untuk menaikkan harga barang.
"Kalau distribusi lancar itu akan mendorong harga lebih rendah dan mengurangi pengendalian harga pada titik-titik tertentu. Jadi rantai distribusi ini terlalu panjang," katanya.
Ia mencontohkan, untuk komoditas cabai ada delapan titik harus dilewati. Dari petani, cabai merah dibawa ke pedagang pengepul. Kemudian, disalurkan ke distributor dan berlanjut ke sub distributor.
Titik seterusnya adalah agen yang bisa diteruskan ke sub agen dan pedagang grosir.
"Belum berheti itu, sampai di pedagang grosir terus diteruskan ke pengecer. Baru kemudian disebar ke rumah tangga dan kegiatan usaha lainnya. Dari pedagang grosir, juga bisa ke supermarket untuk dijual ke rumah tangga. Makanya nggak heran harga selalu tinggi, biaya logistiknya juga besar kan," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta kepada pemerinta untuk memangkas rantai distribusi khususnya untuk komoditas bahan pangan agar harga bisa terkendali.