Suara.com - Nilai Tukar Petani (NTP) nasional Maret 2016 sebesar 101,32 atau turun 0,89 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 0,22 persen sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,68 persen.
NTP merupakan perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar oleh petani. NTP merupakan salah satu faktor untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. "semakin tinggi NTP, menunjukkan daya beli petani semakin relatif kuat," kata Suryamin dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Berdasarkan pantauan BPS terhadap harga-harga di pedesaan di 33 provinsi pada Maret 2016, NTP secara nasional memang turun dibandingkan NTP Februari 2016 yang sebesar 102,23. Penurunan NTP bulan Maret disebabkan turunnya NPT pada empat subsektor. "Subsektor tanaman pangan 2,54 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat 0,08 persen, subsektor peternakan 0,55 persen, dan subsektor perikanan 0,70 persen," jelas Suryamin.
Pada Maret 2016, NTP Provinsi Banten mengalami penurunan terbesar (1,72 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Maluku Utara mengalami kenaikan tertinggi (0,73 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya.
"Pada Maret 2016 terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,95 persen disebabkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok konsumsi rumah tangga," tambah Suryamin.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Maret 2016 sebesar 109,33 atau turun 0,33 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.