Suara.com - Presiden Joko Widodo kembali mengulangi pentingnya efisiensi regulasi dan pembangunan infrastruktur untuk mendongkrak produktivitas Indonesia. Di era keterbukaan ekonomi, kecepatan dalam persaingan adalah hal yang sangat krusial.
"Kita tahu memang jalan yang kita lalui tidak semulus dan seenak yang kita inginkan. Dan memang jalan itu tidak selamanya landai, terang benderang, tapi yang ini juga menjadi tantangan kita semua. Jalan itu akan gelap, berkelok, curam, dan yang kita rasakan juga bisa kadang pahit. Ya itulah yang mau tidak mau harus kita hadapi tantangan seperti itu," kata Presiden Jokowi saat membuka dialog publik bertajuk 'Membangun Ekonomi Indonesia Yang Berdaya Saing' di Balai Kartini, Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2016). Dialog publik bersama Presiden RI ini diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
Agar pembangunan infrastruktur bisa berjalan cepat, Jokowi mengaku telah memintan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengerjakan proyek tersebut agar tidak memberlakukan jam kerja dua shift, melainkan 3 shift.
Ia juga menjelaskan telah mengecek secara langsung pembangunan Trans Sumatera sebanyak 6 kali. "Kadang-kadang mungkin ada yang mbatin saya, ini Presiden kurang urusan. Ngecek tol sampai 6 kali. Saya ingin beri semangat dan kontrol terhadap apa yang sudah ditargetkan berjalan. Kalau kita kebawah, kita mengerti problemnya apa. Tol Tran Sumatera itu pernah dilakukan Groundbreaking 35 tahun yang lalu, tetapi selama ini tidak pernah dibangun," jelas Jokowi.
Jokowi menegaskan berbagai proyek infrastruktur strategis ia monitor dan ia pastikan terus berjalan. Mulai dari Pelabuhan Kuala tanjung, Makassar New Port semua jalan. "Termasuk pembangunan kereta api di pelabuhan," tambah Jokowi.
Ia menyayangkan pelaksanaan proyek infrastruktur kadang terlalu banyak diwarnai polemik yang terlalu dini. Sewaktu dirinya masih menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia melakukan peresmian proyek pembangunan transportasi massal Mass Rapid Transi (MRT). "Di depan saya berbondong-bondok, spanduk yang berisi penolakan. Belum digali sudah ditolak. Kalau kita nggak mulai ya, nggak akan pernah dimulai," tutur Jokowi.
Padahal masalah kemacetan di Ibukota Jakarta sudah dalam kondisi darurat. Kemacetan di Jakarta, menurutnya telah membuat Indonesia kehilangan Rp28 triliun setiap tahun, sementara di Bandung Rp7 triliun setiap tahun. Ini yang mendesak untuk dibangun segera MRT dan Light Rail Transit (LRT) di jabodetabek. "Terus sambungannya apa? Ya kereta cepat. Karen itung-itunganan negara loh ya. Saya nggak urusan teknis kereta cepatnya. Tp kalkulasi makro negaranya. Kalau nggak dibangun, Indonesia akan terus kehilangan akibat kerugian macet," jelas Jokowi.
Jokowi mengakui pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah jauh tertinggal. Sebagai perbandingan, Cina selama 8 tahun sanggup membangun 16 ribu km jalur kereta cepat atau 2 ribu km setiap tahun. "Kita baru mau bangun 150 km, ramenya sudah kayak gini. Cina setiap tahun bangun 2ribu km," urai Jokowi.
Adapun jalan tol di Cina sudah mencapai 60 ribu km. Sementara Indonesia 70 tahun merdeka sampai saat ini baru bisa membangun jalan tol 840 km. Ini membuat Indonesia harus segera mengejar ketertinggalan. "Saya beri target 5 tahun harus bangun 1.100 km saja sudah banyak yang nggak percaya. Banyak yang mengeluh kepada saya, sulit pak," kata Jokowi.