Suara.com - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium kini kembali menjadi sorotan. Beberapa kalangan pengamat pun menyatakan bahwa harga BBM jenis premium yang dijual oleh PT Pertamina (persero) masih terlalu mahal jika dibandingkan dengan Malaysia dan Amerika Serikat meski pada Januari 2016 lalu pemerintah telah menurunkan harga Premium.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pemasaran PT Pertamina (persero) Ahmad Bambang membantah jika premium tergolong terlalu mahal jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
“Sebenarnya kalau dilihat harga BBM ini nggak mahal-mahal banget. Cuma sering kali kan kalau Avtur dibandingkan dengan Singapura, terus BBM dibandingkan dengan Malaysia. Kenapa nggak semua jenis BBM dibandingkan dengan Singapura. Pengamat tuh pinter lihatnya selalu yang lebih murah,” kata Bambang saat ditemui dalam diskusi di Hotel Royal, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (29/3/2016).
Ia pun mengklaim bahwa Pertamina sama sekali tidak mendapat untung dari penjualan BBM jenis premium. Sebab selama ini, harga penjualan premium tidak memasukkan komponen biaya penyimpanan cadangan BBM atau buffer stock . Pasalnya, harga premium yang ditetapkan oleh pemerintah sudah berada di titik harga keekonmian.
“Nggak bisa Pertamina mengambil keuntungan dari Premium. Kan penentuannya dari pemerintah harganya, itu yang ditentukan setiap tiga bulanan,” ungkapnya.
Ia pun mengakui antara pemeritah dan pengamat masih belum satu suara terkait perhitungan harga BBM. Oleh sebab itu pihaknya membantah jika Pertamina mengantongi keuntungan Rp2000 per liter setiap penjualan Premium.
“Untung Rp2 ribu itu darimana. Banyak pengamat yang melihat bahwa kita belum satu suara terkait perhitungan harga BBM. Kadang cuma melihat dari harga crude kemudian dikalikan faktor dolarnya kalikan barrelnya per litter, itu sudah dianggap BBM. Memang mau saya jual minyak mentah di SPBU. Jadi ini harus dilihat lebih dalam lagi,” ungkapnya.
Mengacu laporan keuangan Pertamina di Kuartal III 2015, penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produk minyak mencapai 26,86 miliar Dolar Amerika Serikat (AS). Jumlah tersebut mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun 2014 sebesar 33,65 miliar Dolar AS.