Suara.com - Bank Indonesia (BI) melaporkan penerapan transaksi lindung nilai (hedging) oleh korporasi di Indonesia meningkat signifikan, temasuk korporasi Badan Usaha Milik Negara yang mencatatkan lindung nilai beli mencapai 1,84 miliar dolar AS pada 2015.
Deputi Gubernur BI Hendar di Jakarta, Senin (28/3/2016), mengatakan bahwa nilai transkasi lindung nilai beli oleh BUMN meningkat 237 persen menjadi 1,84 miliar dolar AS pada tahun 2015 dari 548 juta dolar AS pada tahun 2014.
"Perusahaan-perusahaan besar mulai banyak menerapkan lindung nilai (hedging) seperti PT Pertamina, PT PLN, Garuda Indonesia, Petrokimia Gresik, dan juga Smeen Gresik," katanya.
Hendar mengatakan bahwa peningkatan transaksi lindung nilai, yang merupakan penerapan prinsip kehati-hatian korporasi, terus meningkat seiring dengan dikeluarkannya ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Non-Bank.
Untuk secara keseluruhan, kata Hendar, nilai transaksi lindung nilai derivatif beli korporasi domestik naik 13 persen menjadi 36,81 miliar dolar AS pada tahun 2015 dibanding 41,61 miliar dolar AS pada tahun 2014.
Hendar menjelaskan urgensi BUMN menggunakan transaksi lindung nilai masih tinggi. Musababnya, potensi tekanan dari perekonomian global masih membayangi pasar keuangan domestik.
Selain itu, kata dia, pinjaman luar negeri juga harus dilakukan karena pasar keuangan di Indonesia juga belum terlalu dalam.
Berkaca pada pengalaman pasca-krisis keuangan global pada tahun 2008, BUMN yang tidak menngoptimalkan transaksi lindung nilai mengalami kerugian yang tinggi akibat volatilitas kurs rupiah.
"Kita ingat, gejolak di pasar keuangan global akhirnya menimbulkan tekanan terhadap kurs. Pada tahun 2013, PLN rugi Rp29,5 triliun, Karakatau Steel rugi Rp777 miliar,dan Garuda Indonesia menurun keuntungannya dari Rp1,4 triliun menjadi Rp6,8 miliar," katanya. (Antara)