HIPMI: Sampai Kapanpun, Transportasi Online Lebih Murah

Adhitya Himawan Suara.Com
Jum'at, 25 Maret 2016 | 20:43 WIB
HIPMI: Sampai Kapanpun, Transportasi Online Lebih Murah
Peluncuruan LadyJEK dan pengenalan aplikasi ojek wanita secara online di Jakarta, Kamis (8/10). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendesak pemerintah segera melegalkan dan mengakomodasi transportasi umum berbasi aplikasi atau online dalam aturan perundang-undangan. HIPMI juga optimis bahwa transportasi berbasis online meskipun telah dilegalkan dan harus membayar pajak, tetap akan lebih murah dibanding transportasi umum konvensional.

Menurut Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (HIPMI) Anggawira, pemerintah sebaiknya tak hanya meminta para penyedia jasa transportasi umum online untuk mengurus izin badan hukum dan membayar pajak. "Harus dilakukan pembenahan secara menyeluruh. Undang-undang Nomer 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) memang harus direvisi. Karena memang perkembangan teknologi akan selalu lebih cepat dibanding aturan hukum," kata Angga saat dihubungi Suara.com, Jumat (25/3/2016).

Angga juga menampik bahwa terjadi persaingan yang tidak sehat antara transportasi umum konvensional dengan transportasi umum berbasis online dalam hal tarif. Menurutnya, tuduhan bahwa transportasi umum berbasis online ilegal karena tidak membayar pajak bukan hal yang tepat. "Para penyedia jasa transportasi berbasis online memang tidak bayar pajak karena belum ada aturannya. Kalau sudah ada, saya kira mereka akan mengikuti. Kalau memang belum ada, buat apa membayar karena itu akan membebani biaya operasional," ujar Angga.

Bahkan jika para penyedia jasa transportasi umum berbasis online sudah semuaya berbadan hukum dan membayar pajak, ia meyakini tarifnya kepada konsumen tetap akan lebih murah. Karena dari segi biaya operasional, transportasi umum berbasis online jauh lebih efisien. Mereka hanya menyediakan aplikasi, sementara armada sepeda motor ataupun mobil adalah milik pribadi dari para driver yang menjadi mitra. "Beda dengan transportasi umum konvensional yang harus melakukan pengadaan armada dalam jumlah besar. Butuh pinjaman dari lembaga keuangan sehingga kena beban bunga. Belum lagi biaya perawatan secara berkala," tutup Angga. 

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menegaskan, penyelesaian kisruh transportasi berbasis online tidak perlu sampai mengubah Undang-undang Nomer 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ. Pernyataan Jonan tersebut bertentangan dengan pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang sedang menelaah celah untuk merevisi UU LLAJ

Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) tersebut menegaskan bahwa UU LLAJ sudah sangat jelas mengatur sarana dan prasarana tranportasi. Oleh karena itu, semua ketentuan angkutan umum, termasuk angkutan yang dipakai Uber dan GrabCar harus memenuhi aturan yang tertera di UU LLAJ. Ia membantah bahwa Kementerian Perhubungan menentang adanya aplikasi. Menurutnya, aplikasi tidak masalah selama armada yang dipergunakan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku sebagaimana transportasi online lainnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI