Ini Dua Opsi untuk Memperjuangkan Nasib Para Kontributor

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 23 Maret 2016 | 19:17 WIB
Ini Dua Opsi untuk Memperjuangkan Nasib Para Kontributor
Pengamat perburuhan Surya Tjandra saat mengikuti seleksi Capim KPK di DPR.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURCSurya Tjandra menegaskan bahwa masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) bukanlah masalah yang bisa dianggap main-main. Walaupun peristiwa PHK yang terjadi saat ini diperdebatkan dari segi jumlah

"Serikat buruh bilang bahwa saat ini terjadi PHK massal. Sementara pemerintah bilang baik-baik saja," kata Surya di Jakarta, Rabu (23/3/2016). Surya sendiri mengakui ada peningkatan jumlah peristiwa PHK, hanya saja belum menjadi sebuah krisis yang besar.

Namun Surya menegaskan terlepas dari jumlah kasus PHK, besar atau kecil, masalah PHK tidak boleh dianggap sebagai persoalan biasa. Sebab PHK menjadi perjuangan memperoleh keadilan yang membutuhkan proses yang panjang bagi korban PHK. "PHK sendiri tak masalah kalau memang itu kesalahan si pekerja. Tapi yang jadi masalah, itu salah orang lain," ujar mantan calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. 

 Terkait masalah para jurnalis berstatus kontributor, menurutnya, nasibnya mirip dengan pemagangan di sejumlah pabrik. Orang yang magang tidak dianggap sebagai pekerja. Uang yang dibayarkan bukan dianggap sebagai gaji, melainkan sebagai uang saku. "Praktik ini sekarang berlangsung massif di industri media," jelasnya.  

Berbagai persoalan yang membelit kontributor akibat regulasi perburuhan yang rancu. Menurut aturan hukum perburuhan saat ini, hubungan antara kontributor dengan perusahaan media bukanlah hubungan kerja. "Sekarang kalau pengusaha media tak bisa bertanggung jawab, siapa yang bisa? Seharusnya negara melalui jaminan sosial," tuturnya. 

Surya mengakui UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagekerjaan sudah tidak bisa menjawab persoalan ketenagakerjaan saat ini. Sayangnya, ia melihat Kementerian Ketenagakerjaan cenderung main aman dan tak mau proaktif mengajukan revisi UU Ketenagakerjaan kepada DPR. Kemenaker dinilai banyak berdiam diri karena menyadari revisi UU Ketenagakerjaan akan mendapat protes keras dari berbagai pihak.

Jalan keluar bagi masalah kontributor sendiri bukannya tidak ada. Ada dua cara yang bisa ditempuh. Merubah definisi hubungan kerja dari semula mengharuskan ada pemberi kerja atau majikan menjadi tanpa ada pemberi kerja. Jika itu berhasil, segala aturan ketenagakerjaan kebawahnya juga akan berubah mengikuti. Namun cara ini merubah hakikat hukum ketenagakerjaan. "Jadi kalau cara ini ditempuh, mungkin tak ada perubahan sampai 20 tahun kedepan,"terangnya.

Cara kedua yang lebih praktis adalah memperjuangkan hak cipta atas karya jurnalistik para kontributor. Dengan demikian, kontributor tidak terikat harus menyetor berita hanya kepada satu media tertentu. Setiap penggunan berita hasil karyanya oleh berbagai media, sang kontributor akan mendapatkan bayaran. "Ini jalan keluar untuk menjawab persoalan rendahnya kesejahteraan para kontributor," tutup Surya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI