Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengakui jurnalis masih rentan mengalami proses pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti halnya para pekerja di sektor lain.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia Yudhie Tirzano mencatat tahun lalu saja, kasus PHK massal menimpa jurnalis yang bekerja di Harian Jurnas, Jakarta Globe, Stasiun televisi Bloomberg Tv, Harian Bola. Kemudian pada awal tahun ini, Harian Sinar Harapan juga melakukan PHK massal.
"Karena memang sudah berhenti beroperasi, sehingga PHK banyak terjadi," kata Yudhie di Jakarta, Rabu (23//3/2016).u
Menurut Yudhie, contoh-contoh kasus diatas hanyalah PHK massal karena perusahaan medianya telah tutup beroperasi. Namun ia tak memungkiri masih banyak kasus PHK lain yang juga menimpa jurnalis, namun tidak terjadi secara massal alias hanya menimpa individu tertentu. "Seperti kasus salah satu kontributor Tempo di Papua," ujar dia.
Nasib lebih parah menimpa para jurnalis yang berstatus kontributor. Selama ini, para kontributor seperti dianggap bukan karyawan dan hubungan yang terjadi dengan perusahaan bukanlah hubungan kerja. "Padahal faktanya hubungan yang terjadi adalah hubungan kerja dalam kontrak. Akibatnya banyak jurnalis yang realitasnya bekerja di media A, tetapi tidak diakui bekerja di media A atau di media manapun," jelasnya.
Padahal, banyak kontributor menerima upah, menerima penugasan pekerjaan seperti halnya hubungan ketenagakerjaan. Dari riset AJI Indonesia di 10 kota, sebanyak 39 persen kontributor tidak mendapatkan jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan atau BPJS Kesehatan. "Ini konsekuensi dari tidak diakuinya para jurnalis kontributor tersebut sebagai karyawan dari media yang bersangkutan," tuturnya.
Selain itu, sebanyak 44 persen kontributor mengaku tak mampu mengikuti secara mandiri program jaminan sosial. Ini tak lepas dari rendahnya kesejahteraan kontributor. Sebanyak 22 persen dari kontributor yang disurvey penghasilannya dibawah Rp1,5 juta.
"Sebagian besar kontributor mengakui upah mereka tidak cukup. Karena 33 persen diantaranya mengatakan upah yang cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari antara Rp3 juta - Rp5 juta," jelas Yudhie.