Suara.com - Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai keputusan Mahkamah Agung (MA) memenangkan PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) sebagai pihak yang berwenang mengelola Bandara Halim Perdanakusuma adalah putusan hukum yang sulit dieksekusi. Sebab pihak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura II menolak menyerahkan aset Bandar Halim kepada anak usaha Lion Group tersebut.
"Saya melihat keputusan itu pada akhirnya menjadi keputusan yang sulit dieksekusi," kata Tulus saat dihubungi Suara.com, Minggu (20/3/2016). Menurutnya, sebaiknya pihak Lion Group mengedepankan negoisasi non litigasi dengan pihak TNI-AU serta PT Angkasa Pura II.
Tulus mengakui secara regulasi, pihak swasta memang dimungkinkan untuk memiliki dan mengelola sebuah bandara. Namun untuk bandara yang bersifat strategis serta ada pangkalan militer di bandara tersebut, seharusnya pengelolaan tetap ditangan negara melalui BUMN. "Kalau bandara yang memang sejak awal dibangun oleh swasta, tak masalah jika memang mau dikelola sepenuhnya oleh swasta," ujar Tulus.
Ia menambahkan kekhawatiran akan nasib pelayanan publik apabila sebuah bandara jatuh ke tangan swasta bukanlah persoalan. Sebab pengelolaan bandara hanyalah dalam pengertian operasional fasilitas terminal bandara. Sementara pengaturan jalur lalu lintas penerbangan pesawat itu sendiri tetap ditangan Kementerian Perhubungan selaku regulator. "Jadi kepentingan publik tidak akan terlalu jadi masalah kalau memang ada bandara dikuasai 100 persen swasta," tutup.
Seperti diketahui, Hak pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma jatuh ke tangan anak usaha Lion Grup, yakni PT ATS. Ini setelah MA memutuskan menolak peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan AP II terkait sengketa Bandara Halim Perdanakusuma.
Jatuhnya pengelolaan Bandara Halimperdanakusuma memang jadi kontroversi. Selain memang milik TNI-AU, Bandara Halim adalah bandara strategis yang dipergunakan Presiden dan Wakil Presiden apabila hendak bepergian keluar ibu kota.
Pihak Kemenhub sendiri melarang keras adanya monopoli maskapai di bandara umum.Direktur Kebandarudaraan Kemenhub Agus Santoso menyatakan bahwa semua Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) yang mengelola bandara umum harus bisa melayani semua maskapai secara adil. Pembagian slot penerbangan juga harus terbuka.
PT ATS sendiri sampai kini belum mendapatkan sertifikat BUBU dari Kemenhub. Bila PT ATS berniat menjadi pengelola Bandara Halim Perdanakusuma, maka anak usaha Lion Grup itu harus mengajukan diri menjadi BUBU. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara.