Suara.com - Siapa yang tak kenal pakaian batik di Indonesia. Pakaian tradisional masyarakat Indonesia tersebut kini telah berkembang pesat menjadi sebuah komoditi bisnis. Salah satu yang cukup terkenal dari begitu banyak jenis batik di Indonesia adalah batik Cirebon.
Kini, bicara batik Cirebon tak bisa lepas dari produk dari Trusmi Group. Grup usaha tersebut kini memang mendominasi pemasaran batik Cirebon baik di tempat asalnya sendiri maupun di berbagai kota lain. Namun siapa sangka, sosok penting dibalik Trusmi Group adalah seorang pemuda belia berusia 27 tahun yang bernama Ibnu Riyanto.
Perjuangan Ibnu di dunia bisnis batik telah dilakoni sejak 10 tahun yang lalu saat berusia 17 tahun. Kala itu, Chief Executive Officer (CEO) dan pendiri Trusmi Group baru saja menikahi Sally Giovanni. Pernikahan, menurut Ibnu menjadi pintu gerbang bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan status sebagai kepala keluarga yang harus lebih bertanggungjawab, kondisi ini membuat Ibnu yang semula sebagai pengangguran memutuskan untuk berbisnis dan berdagang.
"Saya benar-benar memulai berbisnis dari titik nol. Saat itu, modal awal saya untuk memulai bisnis hanyalah uang amplop dari pernikahan saya sebesar Rp17 juta. Waktu itu saya belum bisa mendapat pinjaman dari perbankan," kata Ibnu kepada Suara.com di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Ibnu mengakui menekuni bisnis batik sebagai industri kreatif sungguh tidak mudah. Sebab membesarkan industri kreatif membutuhkan keterampilan serta biaya produksi yang tinggi. Ini berbeda dengan industri manufaktur yang menggunakan mesin dalam proses produksi sehingga bisa menekan biaya operasional.
Usaha pertama yang dilakukannya adalah memasok bahan baku kepada para pengrajin batik di Cirebon selama 5 bulan pertama. Namun Ibnu sadar, jika hanya begini saja, usahanya hanya akan jalan di tempat. Setelah belajar dari para pengrajin batik mengenai proses membuat bati, Ibnu mulai paham cara memproduksi batik. "Saya mulai ambil sampel dan mulai berjualan di Tanah Abang Jakarta Pusat. Saya sempat mendapat banyak penolakan namun saya memilih untuk terus bertahan," ujar Ibnu.
Ibnu juga mulai membuka toko berukuran 4x4 di rumahnya sendiri pada tahun 2007. Waktu itu, ia mengaku diuntungkan dengan manuver Malaysia mengklaim batik sebagai produk budayanya. Banyak masyarakat marah dan mulai mencari dan menggunakan batik. "Usaha saya terbantu dengan kondisi tersebut. Kini jaringan toko batik saya sudah berkembang jauh dengan memiliki 9 cabang di berbagai kota, mulai dari Cirebon, Jakarta, Medan, Palembang, Yogyakarta dan Surabaya," jelas Ibnu.
Kini Trusmi Group telah mempekerjakan 400 pengrajin batik untuk memproduksi. Namun jika digabung dengan para pengrajin rumahan, jumlahnya sudah mencapai ribuan. Sebab lebih banyak pengrajin batik yang memasok batik dengan mengerjakan dari rumahnya.
Tak hanya itu, Ibnu kini dipercaya kalangan perbankan untuk mendapatkan pinjaman kredit untuk memperluas ekspansi bisnisnya. Dimulai dari pinjaman Rp75 juta, lalu meningkat menjadi Rp 200 juta, hingga kini kredit yang ia peroleh telah lebih dar Rp2 miliar.
Kesuksesan bisnis batik Cirebon tak membuat Ibnu lantas stagnan. Ibnu juga telah merambah beberapa bisnis lain. Bersama pengusaha besar yaitu Waskita dan Triniti, Ibnu kini sedang merintis bisnis properti. Proyek yang bernilai sekitar Rp 800 miliar ini akan digunakan Ibnu dan kolega untuk membangun apartemen di Alam Sutera bernama Yukata yang berkonsep Jepang.
Kini Trusmi Group sebagai holding terdiri dari berbagai jenis usaha. Mulai dari grosir dan retail batik lewat perusahaan Batik Trusmi. Selain itu, melalui Raja Sukses Propertindo, Ibnu memiliki usaha perumahan seperti Golden Plered Regency, Golden Kedawung Regency, Love Regency, Queen Regency, Maryland Regency, Montana Village, Lovina Village, dan Sanur Village.