Suara.com - Angka perimbangan yang didapatkan dari hasil valuasi saham divestasi sebesar 10,64 persen kepada pemerintah Indonesia dari PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai 1,7 miliar dolar AS akan diputuskan pada Kamis (17/3/2016).
"Secara resmi belum keluar angka, masih baru besok diputuskan, hari ini terakhir menghitung harganya," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara Fajar Harry Sampurno di Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Angka tersebut, kata Fajar, akan dijadikan patokan oleh pemerintah untuk menentukan sikap, apakah tetap akan mengambil alih saham Freeport hingga 20 persen dengan cara divestasi atau melepaskan tawaran itu ke publik.
Akan tetapi, dari informasi yang dimilikinya angka dari tim valuasi tersebut berada jauh di bawah harga yang ditawarkan PTFI untuk 10,64 persen sahamnya.
"Angka itu akan jadi patokan apakah pemerintah 'go or no' melalui rapat kabinet. Angkanya jauh dari yang ditawarkan, perbedaannya berapa persen aku 'gak ngerti', tapi malam ini final penghitungan," ujar dia.
Setelah didapatkan nilai hasil perhitungan tim valuasi nilai saham divestasi saham Freeport yang terdiri dari berbagai instansi itu dan diputuskan akan diambil alih pemerintah melalui rapat kabinet, selanjutnya akan ada proses negosiasi yang dijadwalkan selama 90 hari.
"Setelah disepakati akan diambil alih pemerintah akan ada negosiasi lanjutan dengan PTFI membicarakan akses yang menjadi hak bagi pemegang saham 20 persen, seharusnya ada direktur, serta hak untuk rapat direksi," ujar dia.
Nantinya, lanjut Fajar, yang mengelola 20 persen saham di Freeport akan dipegang oleh perusahaan holding yang terdiri dari empat BUMN tambang antara lain PT Aneka Tambang (Persero), PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero), PT Timah (Persero), dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
"Jika opsinya pengelolaan itu oleh BUMN, jadi nanti empat BUMN tambang itu yang kelola dan kita jalankan dengan holding," tuturnya.
Proses valuasi terhadap tawaran harga saham Freeport sebesar 10,64 persen dengan nilai 1,7 miliar dolar AS dimulai sejak perusahaan tambang yang berbasis di Amerika Serikat tersebut menawarkan saham divestasinya pada Kamis (14/1/2016).
Seharusnya proses valuasi melalui tim yang terdiri dari instansi Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Sekretariat Kabinet tersebut telah selesai selama 60 hari.
"Ini belum lewat yang 60 hari itu, nah setelah valuasi kita 'start' negosiasi lanjutan dengan Freeport selama 90 hari," tutur Fajar. (
Seperti diketahui, PT Freeport Indonesia pada 13 Januari 2016 telah melayangkan surat penawaran harga sahamnya kepada pemerintah 10,64 persen atau sekitar Rp23 triliun. Sejumlah masyarakat menilai harga tersebut terlalu mahal disaat kondisi induk perusahaannya Freeport McMoran sedang mengalami kondisi keuangan perusahaan yang buruk.
Kendati demikian, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan dirinya sangsi, nilai valuasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen mencapai 1,7 miliar Dolar AS. Pemerintah sendiri telah membentuk tim untuk mengkaji berapa harga yang pantas dari jumlah saham yang didivestasikan oleh PT Freeport Indonesia.
Penawaran 10,64% saham PT Freeport Indonesia merupakan bagian dari kewajiban divestasi 30% saham yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (PP 77/2014). PT Freeport Indonesia wajib mendivestasikan 30% sahamnya kepada pemerintah Indonesia hingga 2019. Saat ini sebanyak 9,36% saham PT Freeport Indonesia sudah dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Kini 10,64% saham ditawarkan oleh Freeport. Adapun 10% saham lagi harus ditawarkan sebelum 2019.
Adapun Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia memang akan habis pada 31 Desember tahun 2021. Sesuai bunyi KK PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia pada tahun 1991, Indonesia memiliki opsi untuk memperpanjang KK PT Freeport Indonesia sampai tahun 2041. (Antara)