Tak Kunjung Beri Keputusan, Inpex daan Shell Ancam PHK Karyawan

Kamis, 17 Maret 2016 | 00:05 WIB
Tak Kunjung Beri Keputusan, Inpex daan Shell Ancam PHK Karyawan
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi. [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Hingga saat ini pemerintah tak kunjung memberikan kepastian yang belum memberikan revisi plant of development (POD) Blok Masela.

Tak kunjungnya keputusan tersebut, ternyata membuat  Dua kontraktor migas di Blok Masela, Inpex Corporation dan Shell melayangkan surat kepada Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu (SKK Migas) yang menyatakan Inpex tersebut akan melakukan perampingan perusahaan dengan mengurangi karyawan 40 persen.

"Kami mengkhawatirkan akan ada lay off ini. 40 persen itu artinya dari pekerja Inpex yang ada sekira 350-400 orang, maka yang bertahan dengan adanya pengurangan personil Indonesia di kisaran 90-100 orang. Karena sampai 10 Maret 2016 pemerintah belum memutuskan," kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi saat menggelar konferensi persnya di Wisma Mulia, Jakarta, Rabu Malam (16/3/2016).

Sedangkan untuk Shell, perusahaan asal Amerika Serikat ini pun telah merumahkan para tenaga ahlinya dari Malaysia, Belanda, dan Indonesia dari Blok Masela.

"CEO nya sendiri yang melakukan itu. Shell meminta para tenaga ahlinya mencari pekerjaan lain di luar proyek blok masela. Tetapi masih di internal Shell," ungkapnya.

Suara.com - Keputusan pengembangan Blok Masela memang dilakukan sendiri oleh Presiden Jokowi mengingat nilai investasi dan dampak yang besar. Sementara, sesuai regulasi, pengembangan suatu blok migas sebenarnya cukup diputuskan oleh Menteri ESDM Sudirman Said.

Presiden akan memutuskan apakah pengembangan Masela itu memakai skema kilang terapung (floating liquified natural gas/FLNG) atau darat (onshore liquified natural gas/OLNG) pada 2018. Kedua skema tersebut mempunyai plus dan minus masing-masing.

Blok Masela dikembangkan kontraktor asal Jepang, Inpex Masela Ltd yang sekaligus sebagai operator dengan kepemilikan partisipasi 65 persen dan Shell Corporation mempunyai 35 persen.

Selama ini Blok Masela dianggap memiliki potensi kandungan gas yang bisa digunakan untuk memasok kebutuhan energi domestik dari produksi gas/LNG yang berlokasi di lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku. Selain itu, SKK Migas juga sudah menyampaikan plant of development (POD) proyek tersebut.

Isu Blok Masela memang kontroversial karena menimbulkan polemik perbedaan pendapat antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),  dengan Menko Maritim Rizal Ramli. Dalam hitungan SKK Migas, untuk membangun fasilitas di laut alias offshore, Inpex membutuhkan dana investasi sebesar US$ 14,8 miliar. Sementara untuk membangun fasilitas LNG di darat atau onshore, membutuhkan dana US$ 19,3 miliar.

Hasil ini beda dengan hitungan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Menurutnya, pembangunan pipa gas sepanjang 600 kilometer menuju Pulau Aru investasinya hanya sekitar US$ 15 miliar. Ia lebih condong Indonesia membangun fasiltias di darat karena akan lebih mudah membangun industri turunan yang mampu menghasilkan produk olahan dengan bahan bakar gas namun memiliki nilai tambah jauh lebih tinggi seperti industri petrokimia. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI