Suara.com - Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang sempat mandek selama beberapa waktu akhirnya mulai menemui titik terang. Ini terjadi setelah Kementerian Perhubungan dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) akhirnya menyepakati perjanjian konsesi pembangunan dan pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung selama 50 tahun sejak 31 Mei 2019.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam penandatangaan konsesi di Kemenhub, Jakarta, Rabu mengatakan disepakati 50 tahun karena dari pihak KCIC mengatakan baru bisa balik modal setelah 40 tahun.
"Konsesi 50 tahun ini telah dianalisa karena KCIC bisa 'break even point' setelah 40 tahun sejak 2019 beroperasi," katanya.
Jonan menambahkan konsesi tersebut tidak bisa diperpanjang kecuali dalam keadaan kahar (darurat/force majeur).
Dia mengatakan pendanaan murni swasta dan non-APBN dengan tidak ada jaminan sama sekali dari pemerintah.
Jonan mengatakan pembahasan konsesi tersebut sangat alot karena baru pertama kalinya pemerintah memberikan konsesi kepada badan usaha patungab asing.
"Jadi memakan waktu cukup lama sangat detil sekali, pemerintah sama sekali tidak memberikan jaminan atau apapun, garansi kecuali masalah regulasi saja," katanya.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko merinci hal yang diatur dalam konsesi tersebut, di antaranya pembangunan prasarana kereta api cepat paling lama tiga tahun terhitung sejak izin pembangunan prasarana dikeluarkan.
Selanjutnya, semua prasarana perkeretaapian KA Cepat termasuk tanah yang dimiliki oleh pemerintah dalam kondisi laik operasi dan bebas dari jaminan pihak ketiga.
Pendanaan proyek didanai oleh pihak ketiga dan hak penyelenggara dijadikan jaminan, izin usaha dan izin pembangunan akan dikeluarkan setelah perjanjian ditandatangani.
"Perjanjian konsesi tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penyelesaian akan diselesaikan melalui Singapore International Arbitration Centre (SIAC)," katanya.
Terkait nilai investasi yakni berkurang menjadi 5,13 miliar dolar AS yang awalnya 5,5 miliar dolar AS.
Ditemui di tempat sama, Komisaris PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia Sahala Lumban Gaol selaku pemegang 60 persen saham proyek kereta cepat mengatakan pengurangan investasi tersebut karena adanya perubahan trase yang awalnya dari Gambir menjadi dari Halim Perdanakusuma.
"Tentunya kita kurangi karena adanya perubahan trase tersebut," katanya.
Sahala mengatakan pertimbangan perubahan trase tersebut karena kepadatan Jakarta dan akan beroperasinya kereta ringan atau LRT ke arah Halim Perdanakusuma.
Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan jika seluruh persyaratab penting dalam perjanjian konsesi telah dipenuhi, maka tahap berikutbya pemeerintah akan menerbitkan izin usaha dan berikutnya izin pembangunan agar KCIC dapat melanjutkan proses pembangunan KA Cepat Jakarta-Bandung.
"Jika KCIC sudah mengantongi izin usaha dan izin pembangunan, maka pembangunan akan segera dipercepat agar target operasi tahun 2019 dapat terwujud," katanya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pada Kamis(21/1/2016), Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan groundbreaking pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.
Proyek yang sepanjang 142 kilometer ini dikerjakan konsorsium China Railway International Co.Ltd dengan gabungan empat badan usaha milik negara (BUMN) dan menghabiskan anggaran senilai 5,5 miliar Dolar AS atau Rp74,25 triliun. Adapun 4 BUMN yang menjadi anggota Konsorsium adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai pimpinan Konsorsium BUMN, beranggotakan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perkebunan Negara VIII (PTPN) dan PT Jasa Marga Tbk (JM).
Nantinya, kereta cepat akan terintegrasi dengan mass rapid transit di kawasan Bandung Raya dan light rail transit Jabodetabek.
Integrasi dinilai mampu menghadirkan pertumbuhan kawasan bisnis baru atau transit oriented development dan membantu mengatasi persoalan transportasi di kawasan Bandung dan Jabodetabek. Penduduknya Jabodetabek mencapai sekitar 28 juta jiwa dan warga Bandung sekitar delapan juta jiwa.
Namun dalam perjalanannya, pembangunan fisik infrastruktur kereta cepat belum juga bisa dimulai. Menurut Kementerian Perhubungan, kendalanya adalah penyelenggara proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yaitu KCIC belum memenuhi izin konsesi dan izin pembangunan.
Untuk menerbitkan izin pembangunan, KCIC harus memenuhi sejumlah syarat mulai dari surat permohonan, rancang bangun, gambar teknis, data lapangan, jadwal pelaksanaan, spesifikasi teknis, analisa dampak lingkungan hidup (Amdal), metode pelaksanaan, izin lain sesuai ketentuan perundangan, ada izin pembangunan dan 10 persen lahan sudah dibebaskan.
Pemerintah sendiri menargetkan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah selesai dibangun pada tahun 2018 dan sudah bisa dioperasikan pada tahun 2019. (Antara)