Suara.com - Pekerja berhak mendapatkan upah yang layak dan bagi hasil keuntungan yang adil dari perusahaan agar terjalin hubungan industrial yang baik. Pernyataan ini dikemukakan oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat.
"Berbicara hubungan industrial tidak dapat dipisahkan dengan pola hubungan tripartit antara pekerja, pengusaha dan Pemerintah," kata Mirah dalam pernyataan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat (11/3/2016).
Mirah mengatakan negara memiliki peran untuk memberikan perlindungan sosial bagi pekerja dan rakyat. Dalam hubungan kemitraan tripartit, kaum pekerja perlu dilibatkan dalam proses pengembangan usaha melalui program kepemilikan saham perusahaan.
Untuk mewujudkan pengupahan yang layak dan adil, Mirah meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera menerbitkan peraturan menteri sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Pemerintah harus memastikan bahwa setiap perusahaan memiliki struktur dan skala upah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi," tuturnya.
Mirah juga mendesak agar pemerintah menerapkan sanksi tegas terhadap perusahaan yang tidak memiliki struktur dan skala upah agar tidak terjadi eksploitasi tenaga kerja.
Aspek Indonesia bekerja sama dengan LKBN Antara mengadakan Dialog Nasional Tripartit Ketenagakerjaan "Pengupahan dan Struktur Skala Upah Yang Berkeadilan" pada Kamis (10/3) di Auditorium Adhiyana, Wisma Antara.
Acara yang dibuka Direktur Pemberitaan LKBN Antara Aat Surya Safaat itu menghadirkan pembicara Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Andriani, Sekjen KSPI Muhammad Rusdi, anggota Apindo Alfan Zen, dan Direktur Union Network International Kun Wardana.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, tahun lalu pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan untuk memperbaiki kondisi pengupahan bagi para pekerja di Indonesia. Namun aturan ini mendapat penolakan dari sebagian organisasi buruh.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri justru menilai PP ini akan menguntungkan kalangan buruh. Menurutnya, dari 28 provinsi yang telah melaporkan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2016 kepada pemerintah, 15 provinsi di antaranya belum mengikuti sistem formula dalam PP Pengupahan. Hasilnya, kenaikan upah minimum di daerah tersebut relatif kecil, berkisar antara 6-9 persen. Sementara jika menggunakan formula dalam PP Pengupahan, kenaikan upah minimum tahun 2016 mencapai 11,5 persen, sesuai dengan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain itu, Hanif menambahkan bahwa struktur dan skala upah di mana pengupahan mempertimbangkan masa kerja, golongan/jabatan, pendidikan, prestasi dan lain-lain juga wajib diterapkan oleh perusahaan, sehingga upah buruh bisa adil, proporsional, dan layak. Perusahaan yang tidak menjalankan struktur dan skala upah diancam sanksi sesuai UU 13/2003 dan ditambah sanksi administratif dalam PP Pengupahan, seperti sanksi pemberhentian sebagian atau seluruh proses produksi hingga pembekuan perusahaan.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut juga mengklaim dunia usaha juga diuntungkan. Karena PP baru ini membuat ada kepastian menyangkut besaran kenaikan upah setiap tahun, sehingga dunia usaha bisa berkembang dan memperbanyak lapangan kerja. (Antara)