Ekonom Aviliani mengatakan target penerimaan pajak yang dipatok oleh pemerintah sebesar Rp1,360 triliun yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 terlalu tinggi dan tidak realistis.
Pasalnya, ditengah kondisi perlambatan ekonomi global, pemerintah akan kesulitan melakukan penarikan pajak kepada peserta wajib pajak.
"Contohnya aja,sekarang ini harga komoditas sedang anjlok. Berarti semua industri yang berbasis komoditas akan mengalami penurunan pendapatan. Ini pasti akan sulit kalau mau menarik pajak dari mereka, nggak mungkin dalam satu tahun bisa, ini butuh waktu dua sampai tiga tahun. Makanya ini dikatakan tidak realistis," kata Aviliasi saat menjadi pembicara dalam diskusi Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Jika tidak segera diantisipasi, dia melanjutkan, bukan tidak mungkin angka pengangguran akan makin meningkat pada tahun depan. Potensi kenaikan pengangguran masih mungkin terjadi lantaran lemahnya penyerapan tenaga kerja di sektor pertambangan.
"Pemerintah harus menangkal angka pengangguran di daerah, terutama yang mengandalkan komoditas," katanya.
Kendati demikian, guna membantu pemerintah agar target pajak tersebut dapat tercapai, pemerintah harus fokus menarik pajak kepada peserta wajib pajak di kalangan menengah keatas.
Menurutnya, jumlah orang kaya di dalam negeri ada 50 juta jiwa namun yang membayar pajak hanya 25 juta.
"Ini harus digarap pemerintah agar target penerimaan pajak negara bisa naik tajam. Minimal ada peningkatan peserta WP di kalangan orang kaya minimal 50 juta orang. Tapi ini nggak ada perubahan, ini yang harus disasar pemerintah," katanya.
Selain itu, lanjut Aviliani, Dalam jangka pendek, sektor pariwisata bisa menjadi solusi.
Di sisi lain, semakin banyak wisatawan yang datang devisa pun akan bertambah. Sementara untuk jangka menengah, pemerintah harus bisa mengoptimalkan transfer dana daerah, khususnya dana desa. Aviliani mengatakan keberadaan dana desa bisa menekan angka kemiskinan.
Suara.com - Dalam catatan Suara.com, mengacu data Kementerian Keuangan, kinerja penerimaan pajak negara dalam dua bulan pertama tahun 2016 masih loyo. Realiasasi penerimaan pajak Januari-Februari 2016 baru mencapai Rp122,4 triliun. Jumlah ini turun 5,4 persen dibanding Januari-Februari 2015 yang mencapai Rp130,8 triliun. Harga minyak dunia yang merosot dituding jadi penyebab karena membuat penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas untuk negara juga merosot.
Hasil akhir perhitungan realisasi penerimaan pajak selama 2015 menurut Kementerian Keuangan tercatat mencapai Rp 1.060 triliun. Bila dibandingkan dengan target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015, yakni Rp 1.294 triliun, maka dapat dikatakan realisasi tersebut kurang sekitar Rp 234 triliun. Namun dibandingkan tahun 2014 yang tumbuh 7,8 persen, penerimaan pajak nasional tahun lalu tumbuh 12 persen.
Tahun ini, dalam APBN 2016 yang telah ditetapkan, penerimaan pajak negara ditargetkan mencapai Rp1.360,1 triliun. Target tersebut terdiri dari target penerimaan PPh Non Migas mencapai Rp715,8 triliun, Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp571,7 triliun, PPh Migas mencapai Rp41,4 triliun. Ditambah target Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp19,4 triliun dan pajak lainnya sebesar Rp11,8 triliun.