Suara.com - Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Indonesia Muhammad Idrus memperingatkan agar pemerintah berhati-hati mengimplementasikan kebijakan yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X. Ia mengingatkan agar nasib Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak seperti industri perbankan nasional yang banyak dikuasai pihak asing.
"Bisa dimengerti jika pemerintah sangat menggenjot investasi asing. Sebab APBN tidak bisa diandalkan semuanya untuk jadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun lalu saja kita defisit anggaran sampai 15 persen. Disisi lain, modal dalam negeri dari swasta juga masih terbatas," kata Idrus saat dihubungi Suara.com, Rabu (9/3/2016).
Namun Idrus mengkhawatirkan dibukanya keran begitu besar bagi investor asing ke sektor UKM Indonesia. Ia teringat peristiwa krisis moneter 1998 dimana pemerintah Indonesia membuka lebar kepemilikan saham asing di industri perbankan dalam negeri sampai 99 persen. Kini banyak bank swastad di Indonesia didominasi oleh pihak asing. Ketika pemerintah mencoba kembali untuk memperbesar kepemilikan saham dalam negeri, praktiknya menjadi sulit karenan tatanan bisnisnya sudah terbentuk. "Jangan sampai ini terulang di sektor UKM kita. Pemerintah harus bisa mendorong dan memperkuat daya saing UKM kita di kancah global," tutup Idrus.
Sebagaimana diketahui, pemerintah akhirnya mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X. Kali ini pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI).
Dalam konferensi pers saat mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi X di Istana Kepresidenan, Jakarta (11/2/2016), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, ke-19 bidang usaha itu tercakup dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana/madya dan/atau resiko kecil/sedang dan/atau nilai pekerjaan kurang dari Rp 10 milyar. Dalam DNI sebelumnya, dipersyaratkan adanya saham asing sebesar 55% di bidang-bidang usaha seperti jasa pra design dan konsultasi, jasa design arsitektur, jasa administrasi kontrak, jasa arsitektur lainnya,dan sebagainya.
Selain itu terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK diperluas nilai pekerjaanya dari semula sampai dengan Rp 1 miliar menjadi sampai dengan Rp 50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan lain-lain.
Sedangkan untuk kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) yang semula 48 bidang usaha, bertambah 62 bidang usaha sehingga menjadi 110 bidang usaha. Bidang usaha itu antara lain: usaha perbenihan perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, dan sebagainya. UMKMK juga tetap dapat menanam modal, baik di bidang usaha yang tidak diatur dalam DNI maupun bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan lainnya.