Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terkait dugaan masuknya ribuan ton daging sapi dari India ke Indonesia. Kendati keran impor daging asal India baru akan dibuka, daging sapi itu nyatanya telah beredar di pasar Indonesia.
“Tentu saja tidak resmi,” tegas Misbakhun di gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Menurut laporan DJBC sebagaimana pernah diwartakan sebuah majalah berita nasional, pada 6 Januari 2016, kapal masuk pelabuhan Tanjung Priok membawa 7 kontainer yang diduga berisi daging dari India. Dalam dokumen disebutkan bahwa isi kontainer adalah kulit olahan (wet blue). Namun, Petugas BC mencurigainya. Sebabnya, kulit itu berada di dalam kontainer dengan pendingin mencapai 20 derajat Celcius.
“Itu kan nggak mungkin? Mana ada kulit diangkut dalam kontainer berpendingin udara?,” tanya dia.
Masih menurut laporan DJBC, pada 7 Januari 2016, kantor Bea Cukai menerbitkan nota hasil intelijen (NHI). Tanggal 22 Januari 2016, kontainer itu baru dibongkar di gudang milik importer di Cileungsi, Bogor. Hasilnya, petugas BC menemukan daging sapi beku. Lantas gudang itu disegel.
Misbakhun pun geram dengan isi NHI tersebut. Seharusnya diperiksa di pelabuhan. Ini kenapa di gudang importir? Misbakhun juga kesal dengan pimpinan BC. Pasalnya, pemeriksa menemukan kontainer itu berisi daging, tapi oleh pimpinan diminta untuk disesuaikan dengan dokumen tertulis asal, yakni kulit olahan (wet blue) Australia.
“Kenapa pimpinan justru menutup fakta tersebut? Jangan-jangan ada pemain lama yang terlibat dalam proyek impor daging sapi India itu?,” tanya dia.
Selain kasus impor daging, Misbakhun juga mengingatkan DJBC mengenai kasus impor tekstil. Menurut laporan yang diterima, impor tekstil melalui dua jalur, lewat kawasan berikat dan lewat jalur hijau.
Menurut Misbakhun, jalur kawasan berikat melalui sebuah pabrik di Tanah Abang dan Mangga Dua. Sementara, PT Busana Star diberi fasilitas jalur hijau. Mengenai kainnya jenis kempa (Non Wofen Fabric).
"Itu dilakukan untuk menghindari Persetujuan Impor (PI), mengingat syarat pabrikan yang harus impor itu harus memiliki pegawai," ucap dia.